Terima Kasih Telah Mampir Di Blog MUHAMMAD KHAIRUL AMRY. Semoga apa yang sobat cari ditemukan disini. Jangan lupa kritik dan saran untuk perbaikan Blog ini kedepannya. Thankss...
Powered By Blogger

Tuesday 10 February 2015

MAKALAH FILSAFAT ISLAM Tentang : “ FILSAFAT Al – RAZI ”



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, kesempatan, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah – yang ada di hadapan pembaca - dengan baik. Salam dan shalawat semoga selalu tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah misionaris ulung pertama yang berhasil mengubah peradaban manusia – dari orde kejahiliyahan sampai kepada orde kecanggihan teknologi -  dengan ilmu pengetahuan yang di ajarkan kepada kita melalui Al - Qur’an dan As - Sunnah yang ditinggalkannya.
Makalah yang ada dihadapan para pembaca ini dibuat dengan harapan semoga dapat menambah wawasan pengetahuan yang signifikan terhadap perkembangan khazanah keilmuan dan bisa menjadi titik awal bagi kita untuk senantiasa selalu merefleksikan nilai – nilai yang terkandung dalam makalah ini dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah dalam realita kehidupan kita sebagai insan.
Akhirnya, ” tiada gading yang tak retak dan tiada manusia yang tak bersalah ”.
Penulis menyadari bahwa “ keterbatasan “ akan membuka gerbang kekhilafan/kesalahan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, harapan penulis kepada para pembaca untuk dapat memberikan kontribusi positif - dengan kritik, saran, dsb - demi tercapainya makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Wassalam

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai hamba Allah adalah satu - satunya makhluk yang paling istimewa diantara semua makhluk-Nya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh dengan misteri dan rahasia-rahsia yang menarik untuk dikaji. Misteri itu justru sengaja dibuat oleh Allah SWT. agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah sehingga  kemudian bisa mengenali siapa pencipta-Nya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada seorang filosof yang sangat mendewakan akal dalam menghadapi setiap kehidupan yang ada di hadapannya, dia mendewakan akal secara berlebihan – bahkan tidak ada satupun filosof lain yang berani berpikir seperti dia-. Jika dia dikatakan seorang muslim maka dia bukanlah seorang muslim yang sempurna disebabkan ketidakpercayaannya kepada wahyu dan kenabian. Akan tetapi ia dikenal sebagai seorang rasional murni dan sangat mempercayai akal, bebas dari prasangka serta terlalu berani dalam mengeluarkan gagasan filosofinya. Dia dikenal dengan nama “Al - Razi”.
Makalah ini secara sistematis akan membahas tentang al - Razi yang sangat mendewakan akal dan tidak percaya kepada wahyu serta kenabian. Agar pembahasannya lebih terfokus maka kami akan membatasi rumusan permasalahannya, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Siapakah sebenarnya al - Razi itu ?
2. Apa saja pokok – pokok pikiran al - Razi tentang filsafatnya ?
3. Bagaimana pemikiran al - Razi tentang kenabian dan wahyu?
Mudah-mudahan ini bisa mengantarkan kita kepada pemahaman yang lebih mendalam dalam pembahasan saat ini.




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Lahir Al – Razi  dan Karyanya
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya Al-Razi. Ia  lahir di kota Rayy, yaitu sebuah kota yang berdekatan dengan Teheran (Iran sekarang), pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/ 856 M. Pada masa mudanya ia menjadi tukang intan, penukar uang dan sebagai pemain kecapi. Ia meniggalkan musik untuk belajar kimia, kemudian ketika berumur 30 tahun  ia meninggalkan kimia karena matanya terserang penyakit akibat eksperimen yang di lakukannya. Itulah yang menyebabkan ia mencari dokter dan obat-obatan bahkan ia mempelajari ilmu kedokteran untuk penyembuhan matanya itu. Ia belajar ilmu kedokteran kepada ‘Ali ibn Rabban al-Thabari, beliau adalah seorang dokter sekaligus filosof.[1]
Al - Razi pernah menjabat sebagai direktur rumah sakit di kota kelahirannya (Rayy). Kemudian juga direktur rumah sakit di Baghdad. Ia terkenal di barat dengan nama Rhazes dan buku-bukunya tentang kedokteran. Karangannya yang terkenal di bidang kedokteran adalah  “tentang cacar dan campak” yang di terjemahakan dalam berbagai bahasa di Eropa. Al Hawi (Comprehensive Book) merupakan ensiklopedia tentang ilmu kedokteran, tersusun lebih dari 20 jilid dan mengandung ilmu kedokteran Yunani, Syria dan Arab. Di tahun 1279 M ensiklopedia ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh seorang Yahudi di Sisilia bernama Faraj ibnu Salim, hingga akhirnya buku ini dicetak berulang kali serta menjadi buku rujukan di Eropa sampai pada abad ke- 17 M.[2]
 Sepulangnya dari Baghdad, ia kembali ke Rayy dan di sana ia mempunyai banyak murid. Sebagai mana yang di tuturkan al-Nadim dalam fihrist, bahwa al - Razi kemudian menjadi syaikh yang di kelilingi oleh banyak murid.[3]
Selain sebagai ahli dalam ilmu kedokteran, al-Razi juga memiliki cara berfikir dan pendapat yang berlainan dengan filosof - filosof Islam lainnya, dan perbedaaan yang paling ekstrim yang dimiliki al – Razi dibandingkan dari mereka adalah ia tidak mengakui adanya wahyu dan adanya nabi. Dengan tidak mengakui sumber-sumber pengetahuan lain seperti wahyu dan adanya nabi maka tidak heran kalau karya - karyanya lebih banyak mendapat kecaman dari pada dipelajari oleh filosof - filosof Islam yang lain.[4]
Al - Razi adalah orang yang murah hati, sayang kepada pasien-pasiennya, dermawan pada orang miskin, dan ia memberikan pengobatan dengan sepenuhnya tanpa meminta bayaran sedikitpun. Ia sangat mencintai ilmu, jika tidak bersama pasien atau muridnya, ia selalu menghabiskan waktunya untuk menulis dan belajar, mungkin ini yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya ia menjadi buta. Ada yang mengatakan bahwa sebab kebutaanya ialah karena banyak makan buncis (Baqilah). Penyakitnya bermula pada rabun dan akhirnya menjadi buta sama sekali. Ia pun menolak untuk di obati, dan mengatakan bahwa pengobatan itu akan sia-sia belaka, karena sebentar lagi ia akan meninggal dunia. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H / 27 Oktober 925 M.[5]
·         Karya – Karya al - Razi adalah sebagai berikut :
Al – Razi memiliki bayak karya. Menurut ibn Al Nadim dalam fihrits, beliau mengungkapkan bahwa al –Razi mempunyai karya sebanyak 148 buah karya. Al – Beiruni mengelompokkan karya – karyanya itu kedalam sebuah katalog, sebagai berikut:
a.       Tentang ilmu kedokteran (buku ke 1-56)
b.      Ilmu Fisika (57-89)
c.       Logika (90-96)
d.      Matematika dan Astronomi ( 97-106)
e.       Komentar, ringkasan dan ikhtisar ( 107-113)
f.       Filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis (114-130)
g.      Metafisika ( 131-136).[6]

B. Pokok – Pokok Pikiran al - Razi
1)      Lima Yang Kekal (Qadim)
Ajaran filsafat al - Razi dikenal dengan istilah “ajaran lima yang kekal”. Harun Nasution dalam bukunya “Filsafat dan Mistisisme dalam Islam” menjelaskan tentang lima ajaran yang kekal tersebut, antara lain :
a)      Allah
Allah adalah Tuhan pencipta yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna. Allah-lah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam. Allah menciptakan alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.[7] Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan.
-           Paham yang mengatakan alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia     
 terjadi dengan sendirinya.
-           Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti.
-           Alam semesta ini ada yang menciptakannya
Tuhan, karena kebijakan Tuhan itu maha sempurna. Keidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepada-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Tuhan menciptakan sesuatu dan  tiada yang bisa menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya.[8]
b)    Roh (an-Nafsul Kuliyyah )
           Roh atau jiwa adalah merupakan sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak se Maha dengan Tuhan, karena ia terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannya itu membutuhkan Tuhan. Hal itu terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi pertama yang juga kekal. Untuk memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan membentuk alam ini (termasuk manusia) melalui materi pertama dengan susunan yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan di dalamnya. sekaligus melengkapinya dengan akal agar ia tidak memperturutkan hawa nafsu.
c)    Materi ( al-Hayulal Ula)
Materi merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda. Ia adalah substansi yang kekal dan terdiri dari atom-atom. Menurut al – Razi, kemutlakan materi yang pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai volume. Kalau tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu tidak  akan dapat di bentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah - pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian, materi berasal dari kekekalan karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsur api.[9]
Al - Razi memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian penciptaan itu mesti ada penciptanya. Apa yang telah di ciptakan itu ialah materi yang terbentuk. Tetapi, mengapa kita membuktikan bahwa pencipta ada terlebih dahulu dari apa yang di cipta?, dan bukannya yang di ciptakan itu yang lebih dahulu ada?,  bila benar bahwa wujud tercipta di sesuatu dari kekuatan unsur penciptaan, maka kita dapat mengatakan, apabila unsur ini kekal dan tak dapat di ubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindak tersebut. Bukti kedua, berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan, katakanlah yang membuat suatu dari ketiadaan, lebih mudah dari pada menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh tuhan sekejap lebih mudah dari pada menyusun mereka dalam empat puluh tahun, Ini adalah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya dari pada yang lebih dekat, kecuali apabila dia tidak mampu melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah premis kedua.
Kesimpulan dari premis-premis ini adalah bahwa keberadaan segala sesuatu pasti disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yan kita lihat terbukti sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini di hasilkan oleh susunan (unsur) dan bukan oleh penciptaan. Bila demikian maka, ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan, dan dunia ini wujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah materi – memang sudah ada dari dulunya -.[10]
d)   Ruang (al-Makanul Mutlaq)
 Menurut al - Razi, ruang adalah tempat keberadaan materi. Kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang kekal pula. Menurutnya ruang itu ada dua macam, yaitu: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas dan tidak bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya. Kehampaan ada dalam ruang. Oleh karenanya, ia berada dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al - Rozi mengatakan “bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut. Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud - wujud yang membutukan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenannya ruang itu tak terbatas ila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu terbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang sebagaimanapun tak terbatas, yang tak terbatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal. Sedangkan ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.[11]
e)    Waktu (az - Zamanul Mutlaq)
Zaman, karena materi berubah-ubah keadaanya, dan perubahan menandakan zaman, maka zaman itu mesti kekal jika materi kekal. Zaman (waktu) merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al - Razi menentang mereka (Aristoteles dan pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda. Al - Razi membagi waktu menjadi dua macam , yaitu; waktu mutlak dan waktu terbatas (mashur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar), ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang. Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsungan,maka anda dapat membayangkan waktu mutlak dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak pola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas.
Al - Razi membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu di antaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak terakhir, dan yang kedua di sifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal tersebut adalah perlu: kesdaran bahwa materi terbentuk oleh susunan. Ia berkaitan dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat). Pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang sekarang, dan karena waktu maka ada kekunoan dan ada kebaruan, adanya kelebihtuaan dan ada yang kelebihmudaan; karenannya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan terdapat kehidupan karena itu mesti ada ruh. Dan dalam hal ini; mesti ada yang di mengerti dan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini harus ada pencipta yang bijaksana, Maha Mengetahui, melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan memberikan akal sebagai bekal mencari keselamatan.[12]

Menurut al - Razi, dari lima yang kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak yaitu Tuhan dan Jiwa atau Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi, dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang dan waktu. Filsafat al - Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya tentang lima ajaran tentang kekekalan tersebut dan kelima hal inilah yang merupakan landasan ajaran Filsafat yang dibawa oleh al - Razi.

C.    Akal Kenabian dan Wahyu
Al - Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam menselaraskan keterbatasan akal. Akal menurut al - Razi adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena itu manusia tidak boleh menyia - nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal, akan tetapi memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Dari pandangan tersebutlah yang menjadikan al - Razi tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi seperti yang dijelaskan dalam kitabnya “ Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwwah” (Kritik terhadap agama-agama dan nabi). Al - Razi juga tidak hanya mengkritisi Injil dan kitab suci lainnya, bahkan ia juga mengkritisi al-Qur’an berikut kemu’jizatannya.
Al-Razi adalah termasuk seorang rasionalis murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan al - Razi.
Bantahan al - Razi terhadap kenabian dengan alasan sebagai berikut:
1.      Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang
buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan yang tak berguna. Melalui akal manusia dapt mengetahui tuhan dan mengatur kehidupan kita sebaik-baiknya.
2.      Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua
orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama, perbedaanya bukan hanyalah karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan (eksperimen)
3.      Para nabi saling bertentangan. Apabila berbicara atas nama satu tuhan
mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan?. Setelah menolak kenabian, kemudian Al - Razi mengritik agama secara umum. Ia menjelaskan kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi, kristen maupun majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan, kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara dan peribadatan yang mempengaruhi yang sederhana serta dan naif.[13]

Al-Razi lebih suka terhadap buku-buku ilmiah daripada kitab suci, sebab buku-buku ilmiah lebih berguna bagi kehidupan manusia daripada kitab suci. Buku-buku kedokteran, astronomi, geometrid dan logika lebih berguna dari pada injil dan al-Qur’an. Penulis-penulis buku ilmiah ini telah menemukan kenyataan dan kebenaran melalui kecerdasan mereka sendiri tanpa bantuan nabi. Ilmu pengetahuan menurut al – Razi, berasal dari tiga sumber yaitu;
1.  Pemikiran yang di dasarkan pada logika,
2. Tradisi dari para pendahulu kepada para pengganti yang didasarkan pada
    bukti yang meyakinkan dan akurat seperti dalam sejarah,
3. Naluri yang menuntun manusia tanpa memerdulikan banyak pemikiran.

A. Mustofa dalam bukunya “filsafat Islam” menjelaskan bahwa sehubungan dengan adanya penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya semua agama, maka dia dipandang dari segi teologi Islam adalah belum Muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen. Dan tidak juga dikatakan seoran atheis karena ia masih tetap menyakini akan adanya Tuhan yang maha kuasa dan pencipta dan ia lebih tepat disebut seorang “ Rasionalis murni”.[14]


BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Al - Razi adalah seorang filosof yang di pandang sebagai pemikir yang tegar dan liberal – terlalu bebas berpikir - di dalam islam, dan mungkin disepanjang sejarah pemikiran manusia. Ia adalah seorang rasionalis murni yang sangat mempercayai dengan kekuatan akal, bebas dari segala prasangka, dan sangat berani dalam mengemukakan gagasannya tanpa tedeng aling-aling.[15]
Pokok – pokok pemikiran Al - Razi antara lain adalah tentang metafisika, moral, dan kenabian. Namun yang paling dikenal dari pemikiran Al - Razi adalah pokok pemikirannya tentang filsafat metafisika dan dikenal dengan pemikiran lima yang kekal, yaitu :
1. Allah ( al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna.
2. Roh (an-Nafsul kuliyyah )
3. Materi ( al-Hayulal Ula)
4. Ruang (al-Makanul Mutlaq)
5. Waktu (az-Zamanul Mutlaq)
Al-Razi memang mengakui akan adanya Tuhan namun tidak mengakui adanya wahyu serta nabi yang diutusnya, dan sebaliknya dia mempercayai kemajuan dan pemikiran manusia dan menjadikan akal sebagai tolak ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar atau jahat, dan berguna atau tidak berguna.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah pembahasan makalah tentang al – Razi ini. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan tampilan makalah kami di lain kesempatan. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing dan kepada seluruh peserta diskusi.


DAFTAR REFERENSI

Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat pengetahuan Islam, Jakarta : UI Press, Cet ke 1, 1985
Asy-Syarafa, Ismail, Ensklopedi Filsafat, Jakarta : Khalifa, 2004
Mustofa,.H.Ahmad. Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Nasution, Harun. Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Syarif,ed. Para Filosof Islam. Bandung: Mizan, 1996
    




[1]  M.M. Syarif,ed., Para Filosuf Muslim,History of Muslim Philosophy: Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1996), h. 31
[2]  Harun Nasution, Fisafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 2010), h .12
[3]  Syarif,ed., Op.Cit., h. 32
[4]  Ibid,. h. 33
[5]  Ibid. h. 34
[6]  Ibid. h. 36
[7]  Syarif,ed., Op.Cit., h. 42
[8] Harun Nasution, Op.Cit., h.15
[9]  Syarif,ed., Op.Cit., h. 44
[10]  Ibid. h. 44-45
[11] Ibid. h. 45-46
[12]  Ibid. h. 46
[13]  Ibid. h. 47
[14]  A Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia,1997), h.117

[15]  Artinya adalah tanpa adanya perasaan takut sedikitpun

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.