Falsafah dan Karakteristik
Sosial-kultural Budaya Minangkabau
A. Falsafah
Sosial-kultural budaya minangkabau
-
Filosofi
“Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”
Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah adalah kerangka pandangan hidup orang
Minangkabau yang memberi makna hubungan antara manusia, Allah Maha Pencipta dan
alam semesta. Sesungguhnya Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
sebagai konsep nilai, yang kini menjadi jati diri orang Minangkabau, lahir dari
kesadaran sejarah masyarakatnya melalui proses pergulatan yang panjang.
Semenjak masuknya Islam ke dalam kehidupan masyarakat Minangkabau terjadi titik
temu dan perpaduan antara ajaran adat dengan Islam sebagai sebuah sistem nilai
dan norma dalam kebudayaan Minangkabau yang melahirkan falsafah Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah bertujuan untuk memperjelas kembali jati diri etnis
Minangkabau sebagai sumber harapan dan kekuatan yang menggerakkan ruang lingkup
kehidupan dan tolok ukur untuk melihat dunia Minangkabau dari ranah kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan dalam pergaulan dunia.
Islam masuk ke Minangkabau mendapati suatu
kawasan yang tertata rapi dengan apa yang disebut “adat”, yang mengatur
segala bidang kehidupan manusia dan menuntut masyarakatnya untuk terikat dan
tunduk kepada tatanan adat tersebut. Landasan pembentukan adat adalah “budi”
yang diikuti dengan akal, ilmu, alur dan patut
sebagai adalah alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk
menimbang baik dan buruk. Islam membawa tatanan apa yang harus diyakini oleh
umat yang disebut aqidah dan tatanan apa yang harus diamalkan yang
disebut syariah atau syarak
Adat dipahami orang Minangkabau sebagai suatu kebiasaan
yang mengatur hubungan sosial yang dinamis dalam suatu komunitas, (seperti
suku, kampung, dan nagari. Sebagai sebuah sistem nilai dan norma, adat
mempengaruhi perilaku individu dan masyarakat yang mewujudkan pola perilaku
ideal. Titik temu antara Adat dan Islam, dapat dilacak melalui pandangan
“teologis” terhadap alam semesta.
Pandangan orang Minangkabau terhadap alam
terlihat dalam ajaran; pandangan dunia (world view) dan pandangan hidup (way
of life) yang seringkali mereka tuangkan melalui pepatah, petitih,
mamangan, petuah, yang diserap dari bentuk, sifat, dan kehidupan alam.
Nilai
dasar dari Adat Bersendi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah nilai
ilahiyah dan insaniyah yang mendapat legitimasi dari Adat dan Islam sebagai
rujukannya. Nilai-nilai ilahiyah muncul dari proses pembacaan atas semesta
“Alam Takambang Jadi Guru”. Allah, melalui penciptaan alam semesta
memperlihatkan Kekuasaan-Nya.
Kedua kekuatan nilai-nilai ilahiyah dan
insaniyah sebagai landasan nilai Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi
Kitabullah memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai patokan dalam kehidupan
bermasyarakat.
1. Prinsip kebenaran, merupakan nilai dasar yang mutlak dalam pergaulan umat
manusia pancaran dari hakikat “tawhid” dan menjadi ‘modal dasar’ dalam setiap
jiwa insan sebagai khalifah-Nya. Tawhid atau jiwa ketuhanan adalah konsep
penghambaan dari pembebasan manusia dengan Allah.
Alurnya
adalah “kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka
mufakat, mufakat barajo ka nan bana. Nan ‘bana tagak dengan sendiri” – Al
haqqu mir arrabihim.
2. Prinsip keadilan adalah bagian yang menggerakkan
kehidupan manusia. Tanpa keadilan kehidupan masyarakat akan selalu goyah
3. Prinsip
kebajikan akan lebih
bermakna jika ditopang oleh prinsip kebenaran dan prinsip keadilan
yang melahirkan kehidupan insan yang lebih bermakna.
Kebenaran, keadilan dan kebajikan merupakan “tali tigo
sapilin, tungku tigo sajarangan”. Kebenaran menjadi landasan teologis atau
nilai dasar, sedangkan keadilan merupakan nilai operasionalnya.
Dalam Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi
Kitabullah juga terkandung prinsip dasar dan nilai operasional yang melembaga
dalam struktur sosial masyarakat Minangkabau :
1.
adab dan budi, inti dari ajaran adat Minangkabau,
sebagai pelaksanaan dari prinsip adat. “indak nan indah pado budi,
indak nan elok dari baso” .
2.
kebersamaan, Di dalam masyarakat yang beradat dan beradab
(madani) mempunyai semangat kebersamaam, sa-ciok bak ayam, sadancing bak
basi”..
3.
keragaman masyarakat yang
terdiri dari banyak suku dan asal muasal dari berbagai ranah bersatu
dalam kaedah “hinggok mancakam, tabang basitumpu”, menyesuaikan dengan lingkungan dan saling
menghargai, dima bumi dipijak, disatu langit dijunjung.
4.
kearifan, kemampuan menangkap perubahan yang
terjadi, sakali aia gadang, sakali tapian baralieh, sakali tahun baganti,
sakali musim batuka,”
5.
tanggungjawab sosial yang adil, seia sekata menjaga semangat
gotong royong. Semua dapat merasakan dan memikul tanggung jawab bersama
pula. Saketek bari bacacah, banyak bari baumpuak, Kalau tidak ada,
sama-sama giat mencarinya, dan sama pula menikmatinya.
6.
keseimbangan antara kehidupan rohani dan jasmani
berujud dalam kemakmuran, Munjilih di tapi aia, mardeso di paruik kanyang. Memerangi
kemaksiatan, diawali dengan menghapus kemiskinan dan kemelaratan. Rumah
gadang gajah maharam, lumbuang baririk di halaman, lambang kemakmuran.
7.
toleransi sesuai dengan pesan Rasulullah, bahwa
sesungguhnya zaman berubah, masa berganti. Seiring dengan perkembangan zaman,
masyarakat Minangkabau diarahkan kepada pandai hidup dengan jiwa toleran.
8.
kesetaraan, timbul dari sikap bermusyawarah yang telah
hidup subur dalam masyarakat Minangkabau. Sejalan dengan itu diperlukan
saling tolong menolong dengan moral dan buah pikir dalam mempabanyak
lawan baiyo (musyawarah), melipat gandakan teman berunding.
Sikap musyawarah membuka pintu berkah dari langit dan bumi. Kedudukan pemimpin,
didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.
9.
kerjasama mengutamakan kepentingan orang banyak
dengan sikap pemurah yang merupakan sikap mental dan kejiwaan yang
tercermin dalam mufakat
10.
sehina semalu.
11. tenggang
rasa dan saling menghormati
12. keterpaduan,
saling meringankan dengan kesediaan memberikan dukungan dalam kehidupan. “barek sapikua, ringan sajinjiang”,
Kerja baik dipersamakan dengan saling memberi tahu sanak saudara dan jiran. “Karajo
baiak baimbauan, karajo buruak baambauan.
B. Karakteristik
Sosial-kultural Masyarakat Minangkabau
1.
Kepemimpinan
di dalam masyarakat minangkabau
-
Niniak Mamak
Niniak mamak adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan adat. Niniak mamak yaitu orang yang dituakan dalam kaum, yang mengurus rumah-tangga kaum. Seluruh penghulu adat dan pembantu-pembantu utamanya, itulah yang disebut niniak mamak. Sehari-hari, seorang penghulu adat sering dipanggil datuak. Setiap datuak memiliki sako, yaitu gelar yang diterima secara turun-temurun. Misalnya Datuak Naro, Datuak Bandaro, dsb.
Niniak mamak adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan adat. Niniak mamak yaitu orang yang dituakan dalam kaum, yang mengurus rumah-tangga kaum. Seluruh penghulu adat dan pembantu-pembantu utamanya, itulah yang disebut niniak mamak. Sehari-hari, seorang penghulu adat sering dipanggil datuak. Setiap datuak memiliki sako, yaitu gelar yang diterima secara turun-temurun. Misalnya Datuak Naro, Datuak Bandaro, dsb.
-
Alim Ulama
Alim ulama adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan agama, yaitu orang yang dianggap alim. Seorang yang alim adalah oang yang memiliki ilmu agama yang luas dan memiliki kedalaman iman. Alim ulama disebut juga ”suluah bendang dalam nagari”. Maksudnya, alim ulama berfungsi sebagai penerang kehidupan dalam masyarakat, terutama dalam mengurus perosalan ibadat masyarakat dalam nagari. Ada pula tugas ulama yaitu mengelola lembaga pendidikan, yang biasanya diadakan di surau dan mesjid. Sehari-hari, seorang ulama sering dipanggil engku, ustadz, atau buya, syeikh, baliau, dsb.
Alim ulama adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan agama, yaitu orang yang dianggap alim. Seorang yang alim adalah oang yang memiliki ilmu agama yang luas dan memiliki kedalaman iman. Alim ulama disebut juga ”suluah bendang dalam nagari”. Maksudnya, alim ulama berfungsi sebagai penerang kehidupan dalam masyarakat, terutama dalam mengurus perosalan ibadat masyarakat dalam nagari. Ada pula tugas ulama yaitu mengelola lembaga pendidikan, yang biasanya diadakan di surau dan mesjid. Sehari-hari, seorang ulama sering dipanggil engku, ustadz, atau buya, syeikh, baliau, dsb.
-
Cadiak
Pandai
Cadiak pandai adalah pemimpin masyarakat Minangkabau yang disebabkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Cerdik pandai dianggap sebagai anggota masyarakat yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itu mereka wajib membantu memikirkan langkah-langkah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mengembangkan potensi nagari. Tugas cerdik pandailah membuat masyarakat tidak ketinggalan zaman, dan memberikan petunjuk dalam mengambil kehidupan sehari-hari.
Cadiak pandai adalah pemimpin masyarakat Minangkabau yang disebabkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Cerdik pandai dianggap sebagai anggota masyarakat yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itu mereka wajib membantu memikirkan langkah-langkah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mengembangkan potensi nagari. Tugas cerdik pandailah membuat masyarakat tidak ketinggalan zaman, dan memberikan petunjuk dalam mengambil kehidupan sehari-hari.
2. Kewarisan
masyarakat minagkabau
Untuk memahami warisan
dalam masyarakat adat Minagkabau. Maka beberapa defenisi harta kaum dalam
masyarakat Minangkabau yang akan diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak
terdiri atas :
a. Harta Pusaka
Tinggi
Yaitu harta yang turun-temurun
dari beberapa generasi, baik yang berupa baik berupa tembilang basi, maupun
tembilang perak, kedua jenis harta pusaka tinggi ini menurut hukum adat
akan jatuh kepada kemenakan dan tidak boleh diwariskan kepada anak.
b. Harta Pusaka
Rendah
Yaitu harta yang turun dari satu
atau dua generasi.
c. Harta
Pencaharian
Yaitu harta yang diperoleh dengan
melalui pembelian atau taruko. Harta pencarian ini bila pemiliknya
meninggal dunia akan jatuh kepada jurainya sebagai harta pusaka
rendah. Untuk harta pencarian ini sejak tahun 1952 ninik-mamak dan alim
ulama telah sepakat agar harta warisan ini diwariskan kepada anaknya. Perihal
ini masih ada pendapat lain, yaitu “bahwa harta pencaharian harus diwariskan
paling banyak (sepertiga) dari harta pencaharian untuk kemenakan’.
d. Harta Suarang
Yaitu Seluruh harta benda yang
diperoleh secara bersama-sama oleh suami-istri selama masa perkawinan. Tidak
termasuk harta suarang ini, yakni harta bawaan suami atau harta tepatan
istri yang telah ada sebelum perkawinan berlangsung. Dengan demikian jelaslah
bahwa harta pencaharian berbeda dengan harta suarang.(Eman Suparman,
2007)
Seperti telah dikemukakan sebelumnya diatas, bahwa sistem
kekeluargaan Minangkabau adalah sistem menarik keturunan dari pihak ibu yang dihitung
menurut garis ibu, yakni saudara laki-laki dan saudara perempuan, nenek beserta
saudara-saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan sistem tersebut,
maka semua anak-anak hanya dapat menjadi ahli waris dari ibunya sendiri, baik
untuk harta pusaka tinggi yaitu harta turun-menurun dari beberapa
generasi, maupun harta pusaka rendah yaitu harta turun dari satu sampai
dua generasi. Misalnya; jika yang meninggal dunia itu seorang laki-laki, maka
anak-anaknnya serta jandanya tidak menjadi ahli waris untuk harta pusaka
tinggi, sedang yang menjadi ahli warisnya adalah seluruh kemenakannya.
Waris
kemenakan di Minangkabau bermula dari pepatah adat minangkabau, yaitu pusaka
itu dari nenek turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan. Pusaka yang turun
itu bisa mengenai gelar pusaka ataupun mengenai harta pusaka, misal gelar Datuk
Sati. Apabila ia meninggal dunia, gelar tersebut akan turun kepada
kemenakannya, yaitu anak dari saudara perempuan dan tidak sah jika gelar itu di
pakai oleh anaknya sendiri.
3. Pandangan hidup masyarakat minangkabau
·
Pandangan
Terhadap Hidup
Tujuan hidup bagi orang Minangkabau, adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan, bahwa hiduik bajaso, mati bapusako (hidup berjasa, mati berpusaka). Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka peribahasa yang dikemukakan adalah :
Gajah mati meninggalkan gadiang
Harimau mati maninggakan balang
Manusia mati meninggalkan jaso
(gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan jasa).
Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan, dan masyarakatnya.
Tujuan hidup bagi orang Minangkabau, adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan, bahwa hiduik bajaso, mati bapusako (hidup berjasa, mati berpusaka). Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka peribahasa yang dikemukakan adalah :
Gajah mati meninggalkan gadiang
Harimau mati maninggakan balang
Manusia mati meninggalkan jaso
(gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan jasa).
Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan, dan masyarakatnya.
·
Pandangan
Terhadap Kerja
Sejalan dengan makna hidup bagi orang minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang sangat membuka orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakan. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan hilang rano dek penyakik, hilang bangso tak barameh (hilang warna karena penyakit, hilang bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena kemiskinan, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Juga dikemukakan oleh adat ameh pandindiang malu, kain pandindiang miang (emas pendinding malu, kain pendinding maian). Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sebagai berikut :
Kayu hutan bukan andaleh
Elok dibuek ka lamari tahan hujan barani bapaneh
Baitu urang mancari rasaki
(kayu hutan bukan andalas, elok dibuat untuk lemari, tahan hujan berani berpanas, begitu orang mencari rezeki)
Sejalan dengan makna hidup bagi orang minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang sangat membuka orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakan. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan hilang rano dek penyakik, hilang bangso tak barameh (hilang warna karena penyakit, hilang bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena kemiskinan, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Juga dikemukakan oleh adat ameh pandindiang malu, kain pandindiang miang (emas pendinding malu, kain pendinding maian). Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sebagai berikut :
Kayu hutan bukan andaleh
Elok dibuek ka lamari tahan hujan barani bapaneh
Baitu urang mancari rasaki
(kayu hutan bukan andalas, elok dibuat untuk lemari, tahan hujan berani berpanas, begitu orang mencari rezeki)
·
Pandangan
Terhadap Waktu
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mendengan waktu adalah uang atau waktu sangat berharga. Mungkin ungkapan ini diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu time is money.
Sebenarnya bagi orang Minangkabau waktu berharga ini bukanlah soal baru, malahan sudah merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mendengan waktu adalah uang atau waktu sangat berharga. Mungkin ungkapan ini diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu time is money.
Sebenarnya bagi orang Minangkabau waktu berharga ini bukanlah soal baru, malahan sudah merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati.
0 comments:
Post a Comment