Terima Kasih Telah Mampir Di Blog MUHAMMAD KHAIRUL AMRY. Semoga apa yang sobat cari ditemukan disini. Jangan lupa kritik dan saran untuk perbaikan Blog ini kedepannya. Thankss...
Powered By Blogger

Sunday, 2 June 2013

SYEKH DJAMIL DJAMBEK


Syekh Djamil Djambek 
Ole
M. khairul amri
ferdi ferdian 

Muhammad Jamil dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1863 di Kurai Bukittinggi. Berasal dan keluarga bangsawan. Ayahnya, Muhammad Saleh Dt. Maleka dan biasa dipanggil "Inyiak Kapalo Jambek" adalah seorang kepala nagari Kurai yang cukup disegani. Selain sebagai kepala nagari Kurai, ayah Muhammad Jamil juga berperan sebagai seorang datuak dalam suku Guci. Sedangkan ibunya, seorang transmigran dan Jawa, populer dipanggil dengan panggilan Cik. Muhammad Jamil memiliki seorang adik bernama Muhammad Mu'thi. Status ibunya yang secara genealogis bukan berasal dari Minangkabau yang matrilineal, membuat Muhammad Jamil bersama adiknya berada diluar garis keturunan. Namun oleh ayahnya, Dt. Maleka, hal demikian tidak dibiarkannya. Melalui upacara adat menurut tradisi yang berlaku di Minangkabau pada masa itu, ia kemudian memasukkan anak-anaknya tersebut ke dalam lingkungan sukunya sendiri, suku Guci. Status sosial yang mapan ditambah lagi dengan kurangnya dukungan pendidikan agama dari orang tuanya membuat Muhammad Jamil dikenal sebagai seorang yang nakal pada masa kecilnya. Kenakalan ini berlanjut hingga remaja. Ia terjerumus kepada kehidupan hedonistik seperti suka berfoya-foya, penjudi, dan peminum tuak, Dukungan finansial dan status sebagai warga terpandang mempermudah pola perilaku kehidupan seperti ini bagi Muhammad Jamil.
Pendidikan awal Muhammad Jamil dilaluinya di Sekolah Rendah Gubernement di Bukittinggi. Walaupun Muhammad Jamil memasuki sekolah ini pada usia 7 tahun, agaknya kurang menjamin bagi perobahan watak dan talenta-nya yang cenderung destruktif, hedonistik dan "keras kepala". Hal ini terlihat, setelah ia menamatkan pendidikannya di Sekolah Rendah ini, Muhammad Jamil tidak memiliki keinginan sama sekali untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Orang tuanya yang memiliki kelebihan materi tidak mampu membujuknya agar melanjutkan pendidikannya. Ia malahan, sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, kembali ke "habitat" awalnya dan memasuki pergaulan bebas pada masa itu. Ia telah terlanjur bangga disebut sebagai seorang parewa2 dan pamakan masak patah, suatu sebutan yang diidentikkan dengan parewa yang tidak mengenal aturan-aturan adat dan agama. Setelah Muhammad Jamil Jambek berumur 22 tahun, atas nasehat dari Tuangku Kayo Mandiangin, ia mulai berubah. Ia mulai mau belajar pendidikan agama, walaupun tingkat dasar. Suatu hal yang terlambat pada masa itu bagi anak-anak Minangkabau untuk seorang seusia Muhammad Jamil Jambek. Melalui Tuangku Mandiangin ini, ia belajar membaca al-Qur'an, belajar sholat dan mulai belajar bahasa Arab (Nahu Sharaf). Lambat laun, dengan mempelajari agama tingkat standar, Muhammad Jamil Jambek mulai menyadari bahwa rentang waktu masa kecil hingga remajanya adalah rentang waktu yang "mubazir". Keinginannnya untuk memperbaiki diri dan belajar agama Islam secara intens makin menggebu-gebu. Ketika ia berumur 25 tahun, ayahnya pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Muhammad Jamil Jambek dibawa serta. Selama di Mekkah ini, ia memanfaatkan waktu untuk belajar pengetahuan agama kepada ulama-ulama disana. Pada awalnya, ia hampir terjebak untuk kembali kepada pola hidup waktu remajanya. Hal ini disebabkan karena ia terayu belajar ilmu sihir dari seorang keturunan Maroko. Namun berkat pengarahan-pengarahan yang diterimanya dad Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, Muhammad Jamil kembali ingat dengan tekadnya ketika ia berada dibawah tuntunan Tuangku Kayo Mandiangin dan tekadnya untuk belajar agama Islam ketika ia mau berangkat ke Mekkah.

            Selanjutnya, dengan antusias Muhammad Jamil Jambek belajar pada ulama-ulama yang cukup terkenal dan pintar pada masa itu, diantaranya H. Abdullah Ahmad, Syekh Bafadhal, Syekh Serawak, Khatib Kumango clan Syekh Thaher Jalaluddin. Dari ulama yang terakhir ini, ia belajar ilmu falak. Pelajaran yang diperolehnya dad Syekh Thaher Jalaluddin ini menempatkan ia dikenal sebagai ahli falak yang termasyhur di Minangkabau pada masanya. Kehidupan Muhammad Jamil Jambek yang kemudian dipanggil Syekh Muhammad Jamil Jambek penuh dengan dinamika. Pribadi kontroversial pada awalnya, akibat hidayah dari Allah SWT. dan keinginan yang keras untuk merubah dirinya ke arah yang lebih baik, pada akhimya menjadikan ia menjadi putra terbaik yang pemah dimiliki Minangkabau.

            Diskusi mengenai pembaharuan Islam di Minangkabau berarti secara tidak langsung menguak kembali aspek-aspek awal bagi pembaharuan Islam di Nusantara ini. Gerakan pembaharuan ini pada dasarnya adalah merupakan akibat logis dari ketidakpuasan terhadap pengamalan ajaran agama Islam yang telah melenceng dari ajaran yang sesungguhnya. Praktek-praktek khurafat merajalela. Disamping itu, timbul ketidakpuasan ulama pembaharu terhadap sistem sosial di Minangkabau dimana pihak mamak lebih besar peranannya dari Bapak yang timbul dari sistem garis keturunan matrilineal yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. Gerakan pembaharuan agama pada permulaan abad ke-XIX M. Gerakan ini kemudian disebut dengan gerakan Paderi, sebagai bentuk gelombang pertama pembaharuan Islam di Minangkabau. Gelombang pembaharuan gelombang kedua terjadi pada permulaan abad ke-XX M. Gerakan ini, disamping merupakan gerakan pemurnian aqidah, lebih jauh merupakan pembaharuan sistem pendidikan dan pemumian pelaksanaan hukum Islam. Sebagai pemeran utama dalam gerakan pembaharuan Islam gelombang kedua di Minangkabau adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, seorang putra Minangkabau yang aktivitas hingga akhir hayatnya dijalankannya di Mekkah. Sebagai "otak" dari pembaharuan Islam di Minangkabau ini, ia tidak terjun secara iangsung, akan tetapi pemikiran-pemikirannya lebih banyak disebarkan melalui murid-mundnya seperti H. Abdul Karim Amrullah (HAKA), H. Abdullah Ahmad, Syekh Muhammad Jamil Jambek, H. Muhammad Thaib Umar dan lain-lain.
Syekh Muhammad Jamil Jambek sebagai salah seorang ulama pembaharu yang bergandengan dengan H. Abdul Karim Amrullah dan H. Abdullah Ahmad. Dalam kaitan dengan dunia pendidikan ini Syekh Muhammad Djamil Djambek adalah merupakan tokoh yang unik, la seolah-olah tidak begitu kelihatan dalam sejarah pendidikan pada dekade ini, oleh karena dari aktifitasnya tidak dibarengi dengan wadah pendidikan yang ia dirikan seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang lain. Walaupun pada saat-saat tertentu dan tidak begitu lama, Syekh Muhammad Jamil Jambek pemah juga memperkenalkan sistem pendidikan. Hal ini dilakukakannya setelah ia kembali dari Mekkah, di surau yang ia dirikan sendiri, yaitu di kawasan Tengah Sawah Bukittinggi.
Keterlibatan Syekh Muhammad Jamil Jambek dalam dunia politik secara intens berawal dari diperkenalkannya kebijakan Goeroe Ordonantie. Dr. de Vries dari kantor Advisieur Inlandsche Zaken datang ke Minangkabau untuk menyusupkan kebijakan Goeroe Ordonantie ini. Kebijakan ini dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru yang akan mengajar agama memiliki izin dari pemerintah. Kebijakan ini diberlakukan untuk mengawasi sistem pendidikan Islam di Indonesia. Peraturan ini sempat diubah pada tahun 1925 dengan hanya mewajibkan para guru agama memberitahu kepada pemerintah. Misi yang dibawa Vries ini mendapat tantangan yang sangat keras dari tokoh-tokoh terkemuka Minangkabau masa itu, terutama dari kalangan ulama. Orang terdepan dalam soal ini adalah H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Dan agaknya beliau pulalah yang paling keras menantang diantara Trio Ulama pembaharu seperti Syekh Muhammad Jamil Jambek dan Abdullah Ahmad. Syekh Muhammad Jamil Jambek kurang berani menyatakan ketegasannya dalam menolak kebijakan tersebut walaupun rapat-rapat untuk membicarakan hal ini dilaksanakan di surau beliau sendiri. Tentang sikap Syekh Muhammad Jamil Jambek lebih jauh Hamka menjelaskan :"Kalau yang akan dibicarakan disurau beliau itu agak "hangat", maka beliau akan "demam" pada hari itu" (Hamka, 1982: 280). Ketidaktegasan Syekh Muhammad Jamil Jambek menyikapi kebijakan Goeroe Ordonansi ini pada hakikatnya karena posisinya yang cukup dilematis. Beliau memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah kolonial Belanda. Lebih lanjut Hamka mengatakan : "lebih baik dan lebih untung baginya, sebab dia sakit dihari itu, sebab baginya serba sulit. Hubungannya dengan pemerintah Belanda amat baik. Dia beroleh bintang".
Sistem politik pada ja;ur pendidikan ini disadari oleh kaum ulama pembaharu sebagai bahaya yang mengancam wadah dan sistem pendidikan agama. Lembaga-lembaga pendidikan Islam satu per-satu mulai ditinggalkan. Masyarakat mulai banyak mengarahkan perhatian mereka pada pendidikan barat yang menawarkan prospek-prospek yang baik terhadap masa depan. Altematif satu-satunya bagi ummat Islam saat ini adalah membenahi sistem pendidikan Islam. Berbagai konsepsi para ulama tentang pembaharuan pendidikan mulai pula diterapkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada serta mendirikan sekolah-sekolah agama dengan sistem pengajaran yang tidak lagi menganut sistem belajar tradisional, demikian juga kurikulum pengajarannya mulai mendapat perhatian.
Di tengah gejolak semangat pembaharuan Islam dibidang pendidikan dan saat perhatian kalangan ulama terfokus untuk membenahi lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada, Syekh Muhammad Jamil Jambek mengambil konsep lain dalam bidang ini. Ia berusaha memperlihatkan bahwa pengajaran agama Islam ini adalah hak semua orang yang mengaku beragama Islam bukan terbatas pada kalangan-kalangan tertentu yang terjangkau oleh fasilitas-fasilitas lembaga-lembaga pendidikan, la memiliki konsep pendidikan yang dijalankan dalam bentuk dakwah, tabligh dan ceramah. Konsep ini menurutnya adalah merupakan cara yang efisien untuk pemerataan pendidikan agama terhadap masyarakat yang terdiri dari dari berbagai lapisan dan tingkat pengetahuan, mulai dari yang tidak tahu tulis baca hingga kepada kalangan masyarakat berpendidikan dan juga dari berbagai tingkatan sosial clan ekonomi.

            Di suraunya di kawasan Tengah Sawah Bikittinggi, sampai saat ini sekali dalam seminggu diadakan jama'ah tetap yang khusus mempelajari ilmu-ilmu keagamaan. Pengikut jama'ah pengajian ini tidak saja berasal dari Bukittinggi akan tetapi juga berasal dari daerah-daerah disekitar Bukittinggi. Jama'ah pengajian ini sekarang dipimpin oleh anak Syekh Muhammad Jamil Jambek, Djamilah Jambek, tetap mempertahankan pola dan karakteristik pengajian yang dilakukan oleh Syekh Muhammad Jamil Jambek.


            Kekuatan lain yang terdapat pada Syekh Muhammad Jamil Jambek adalah kemampuannya dalam bidang ilmu falak.
Kemampuan ini telah menempatkannya pada posisi perintis pengembangan ilmu ini di Indonesia. Hal yang demikian dapat dilihat dari buah karyanya, baik dar hasil perhitungan hisab yang ia keluarkan, maupun murid­-muridnya yang pada saat ini cukup dikenal dengan hasil perhitungan hisabnya di Indonesia. Konsep dan usaha Syekh Muhammad Jamil Jambek baik dalam bidang pendidikan agama maupun pada bidang ilmu falak, dalam skala yang luas tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan di Indonesia. Apa yang telah ia perbuat bagi masyarakatnya di Bukittinggi khususnya dan Minangkabau pada umumnya, baik sebagai ulama pelopor pendidikan melalui dakwah dan tabligh maupun sebagai ulama pembaharu Islam yang menonjol dalam bidang ilmu falak --- sebagai ilmu yang langka dimiliki oleh ulama-­ulama seangkatannya -- telah memberikan warna tersendiri bagi perkembangan agama Islam dalam perkembangan sejarahnya di Indonesia.
Syekh Muhammad Jamil Jambek pemah juga memperkenalkan sistem pendidikan. Hal ini dilakukakannya setelah ia kembali dari Mekkah, di surau yang ia dirikan sendiri, yaitu di kawasan Tengah Sawah Bukittinggi.
Keterlibatan Syekh Muhammad Jamil Jambek dalam dunia politik secara intens berawal dari diperkenalkannya kebijakan Goeroe Ordonantie. Dr. de Vries dari kantor Advisieur Inlandsche Zaken datang ke Minangkabau untuk menyusupkan kebijakan Goeroe Ordonantie ini. Kebijakan ini dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru yang akan mengajar agama memiliki izin dari pemerintah. Kebijakan ini diberlakukan untuk mengawasi sistem pendidikan Islam di Indonesia. Peraturan ini sempat diubah pada tahun 1925 dengan hanya mewajibkan para guru agama memberitahu kepada pemerintah. Misi yang dibawa Vries ini mendapat tantangan yang sangat keras dari tokoh-tokoh terkemuka Minangkabau masa itu, terutama dari kalangan ulama. Orang terdepan dalam soal ini adalah H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Dan agaknya beliau pulalah yang paling keras menantang diantara Trio Ulama pembaharu seperti Syekh Muhammad Jamil Jambek dan Abdullah Ahmad. Syekh Muhammad Jamil Jambek kurang berani menyatakan ketegasannya dalam menolak kebijakan tersebut walaupun rapat-rapat untuk membicarakan hal ini dilaksanakan di surau beliau sendiri. Tentang sikap Syekh Muhammad Jamil Jambek lebih jauh Hamka menjelaskan :"Kalau yang akan dibicarakan disurau beliau itu agak "hangat", maka beliau akan "demam" pada hari itu" (Hamka, 1982: 280). Ketidaktegasan Syekh Muhammad Jamil Jambek menyikapi kebijakan Goeroe Ordonansi ini pada hakikatnya karena posisinya yang cukup dilematis. Beliau memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah kolonial Belanda. Lebih lanjut Hamka mengatakan : "lebih baik dan lebih untung baginya, sebab dia sakit dihari itu, sebab baginya serba sulit. Hubungannya dengan pemerintah Belanda amat baik. Dia beroleh bintang".
Di suraunya di kawasan Tengah Sawah Bikittinggi, sampai saat ini sekali dalam seminggu diadakan jama'ah tetap yang khusus mempelajari ilmu-ilmu keagamaan. Pengikut jama'ah pengajian ini tidak saja berasal dari Bukittinggi akan tetapi juga berasal dari daerah-daerah disekitar Bukittinggi. Jama'ah pengajian ini sekarang dipimpin oleh anak Syekh Muhammad Jamil Jambek, Djamilah Jambek, tetap mempertahankan pola dan karakteristik pengajian yang dilakukan oleh Syekh Muhammad Jamil Jambek.

            Kekuatan lain yang terdapat pada Syekh Muhammad Jamil Jambek adalah kemampuannya dalam bidang ilmu falak.
Kemampuan ini telah menempatkannya pada posisi perintis pengembangan ilmu ini di Indonesia. Hal yang demikian dapat dilihat dari buah karyanya, baik dar hasil perhitungan hisab yang ia keluarkan, maupun murid­-muridnya yang pada saat ini cukup dikenal dengan hasil perhitungan hisabnya di Indonesia. Konsep dan usaha Syekh Muhammad Jamil Jambek baik dalam bidang pendidikan agama maupun pada bidang ilmu falak, dalam skala yang luas tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan di Indonesia. Apa yang telah ia perbuat bagi masyarakatnya di Bukittinggi khususnya dan Minangkabau pada umumnya, baik sebagai ulama pelopor pendidikan melalui dakwah dan tabligh maupun sebagai ulama pembaharu Islam yang menonjol dalam bidang ilmu falak --- sebagai ilmu yang langka dimiliki oleh ulama-­ulama seangkatannya -- telah memberikan warna tersendiri bagi perkembangan agama Islam dalam perkembangan sejarahnya di Indonesia.


0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.