PEMBAHASAN
A. Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum”
(tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi,
stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial
menurut para ahli:[1]
a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki)
b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki
menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang
ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda
d. Drs. Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam
suatu system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese, dan prestise.
Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial
sering kali di samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi
sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian
stratifikasi sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu.
Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan
atau strata dalam heirarki secara vertical. Membicarakan stratifikasi sosial
berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang/sekelompok orang dalam
keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada
dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih
merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial.
Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki
orientasi polititik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum
sama.[2]
Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa
stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan
kelas-kelas yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi
kekuasaan, previllege (hak istimewa atau kehormatan) dan prestise (wibawa).
B. Sistem Stratifikasi sosial
Sistem stratifikasi sosial dalam masyrakat ada yang bersifat terbuka dan
ada yang bersifat tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan
anggota masyarakat dapat berpindah dari status satu ke status yang lainnya
berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang berkerja sebagai petani
mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu meningkatkan
kesalehannya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat mengubah
statusnya menjadi seorang dokter atau menjadi presiden sekalipun, apabila ia
rajin belajar, berpolitik dan bercita-cita untuk itu. Sebaliknya seorang anak
presiden belum tentu dapat mencapai status presiden. Dengan demikian berarti
dalam sistem Sistem stratifikasi terbuka, setiap anggota masyarakat berhak dan
mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk naik status,
atau mungkin juga justru stabil atau turun status sesuai dengan kualitas dan
kuantitas usahanya sendiri. Dalam Sistem stratifikasi ini biasanya terdapat
motivasi yang kuat pada setiap anggota masyarakat untuk berusaha memperbaiki
status dan kesejahteraan hidupnya. Sistem stratifikasi terbuka lebih dinamis dan
anggota-anggotanya cenderung mempunyai cita-cita yang tinggi. Pada Sistem
stratifikasi sosial tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah ke
status satu ke status lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini satu-satunya
kemungkinan untuk dapat masuk ada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat
adalah karena kelahiran atau keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari
kehidupan masyarakat yang mengabungkan kasta seperti di india misalnya:[3]
a)
Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan/kelahiran. Anak yang
lahir memperolah kedudukan orang tuanya
b)
Keangotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang
tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya.
c)
Perkawinan bersifat endogam, artinya harus dipilih dari orang yang kekasta.
d)
Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
e) Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari
nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat
terhadap norma-norma kasta dan lain sebagainya.
f)
Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah
ditetapkan.
g)
Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
Ada juga yang namanya Stratifikasi campuran.
Stratifikasi campuran, diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi
kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk
melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang
mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah
ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan
rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.
Dengan demikian, stratifikasi terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi
tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak
akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang
yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan usahanya yang
bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya
dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah karena
harus menyesuaikan tempat ia tinggal.
C. Dimensi stratifikasi sosial
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat
lapisan yang jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya
memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi,
kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai
uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan juga mungkin
kehormatan. Ukuran atau kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:[4]
1. Ukuran Kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan
paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat
dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya
mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya., kebiasaan untuk
berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2. Ukuran Kekuasaan
Barang siapa yang memiliki kekuasaan
atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.
3. Ukuran Kehormatan
Ukuran kehoramatan tersebut mungkin
terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani
dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak
dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran
dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran
tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif kerana
ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar
kesarjanaanya. Sudah tentu hak yang demikian memacu segala macam usaha untuk
mendapatkan gelar, walaupun tidak halal.
Dapat saya simpulkan bahwa dalam dimensi stratifikasi sosial ada empat yang
mendorong seseorang untuk disegani maupun dihormati dalam konteks stratifikasi
sosial. Yang pertama adalah kekayaan. Dengan adanya suatu kekayaan, orang akan
membeli apa saja yang dia mau. Yang kedua adalah kekuasaan. Kekuasaan akan
digunakan sebagai penundukan seseorang yang berada dibawahnya. Yang ketiga
adalah kehormatan, dimana seseorang akan disegani oleh masyarakat jika ia
adalah tokoh utama dan yang di sepuhkan di masyarakat itu. Yang keempat adalah
ilmu pengetahuan, jika seseorang pendidikannya tinggi dan dia sudah mendapatkan
gelar doktor maupun magister, secara tidak langsung akan ada rasa sistem kelas
terhadap seseorang yang tidak pernah sama sekali menduduki bangku sekolah.
D. Damapak Stratifikasi Sosial
Adanya sistem lapisan masyarakat dapat
terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada
pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang
biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan
sendirinya adalah kepandaiaan, tingkat umur (senior), sifat keaslian
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam
batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang digunakan bagi tiap-tiap masyarakat
diantaranya : Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama
adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan
bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggab asli) dianggab
sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini dapat dilihat
misalnya pada masyarakat Batak, di mana marga tanah, yaitu marga yang
pertama-tama membuka tanah, dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi.[5]
Dapat saya uraikan bahwa dampak adanya suatu
stratifikasi akan mengakibatkan adanya hukum rimba. Siapa yang kuat, dialah
yang menang. Kelas yang tergolong atas akan memegang peranan kelas bawah yang
notabenya harus disamakan, karena sesama makhluk tuhan. Secara teoritis memang
semua masyarakat dianggap sederajat, akan tetapi pembedaan tersebut merupakan
gejala universal yang merupakan sistem sosial dalam masyarakat. Maka dari itu,
meski ada stratifikasi sosial seseorang atau masyarakat harus memegang konsep
keadilan sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah SWT
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#y‰pkà ÅÝó¡É)ø9$$Î ( Ÿwur öNà6¨ZtBÌôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #’n?tã žwr& (#qä9ω÷ès? 4 (#qä9ωôã$# uqèd Ü>tø%r& 3“uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ šcq è=yJ÷ès? ÇÑÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
E. Mobilitas
Sosial
Dalam
sosiologi mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi
sosial. Sebagaimana nampak dari definisi Ransford, mobilitas sosial dapat
mengacu pada individu maupun kelompok. Contoh yang diberikan Ronsford mengenai
mobilitas sosial individu ialah perubahan status seseorang dari seorang petani
menjadi seoarang dokter. Mobilitas sosial suatu kelompok terjadi manakala suatu
minoritas etnik atau kaum perempuan mengalami monilitas, misalnya mengalami
peningkatan dalam penghasilan rata-rata bila dibandingkan dengan kelompok
mayoritas.[6]
Suatu bahan
pokok yang banyak mendapat perhatian ahli sosiologi adalah masalah mobilitas
intragenerasi dan mobilitas antargenerasi. mobilitas intragenerasi mengacu pada
mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya; misalnya dari
asisten dosen menjadi guru besar atau dari perwira pertama menjadi perwira
tinggi. Mobilitas anatargenerasi dipihak lain mengacu kepada perbedaan status
yang dicapai seseorang dengan status orang tuanya; misalnya anak seorang tukang
sepatu yang berhasil menjadi insyiur, atau anak menteri menjadi pedagang kaki
lima.[7]
Suatu study
yang sering menjadi bahan acuan dalam bahasan mengenai mobilitas antargenerasi
ialah penelitian Blau dan Duncan terhadap mobilitas pekerjaan di AS. Kedua
ilmuan sosial ini menyimpulkan dari data mereka bahwa masyarakat Amerika
merupakan masyarakat yang relatif terbuka karena didalamnya telah terjadi
mobilitas sosial vertikal antargenerasi, dan dalam mobilitas intragenerasi
pengaruh pendidikan dan pekerjaan individu yang bersangkutan lebih besar dari
pada pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tau. Dengan perkatan lain, dalam
tiap generasi telah terjadi peningkatan sattus anak sehingga melebihi status
orang tuanya. Dan dalam tiap generasi pun telah terjadi peningkatan status anak
sehingga melebihi status yang diduduki pada awal kariernya sendiri.[8]
Pada
masyrakat yang mempunyai sistem stratifikasi terbuka pergantian status dimungkinkan.
Meski dalam masyarakat demikian terbuka kemungkinan bagi setiap anggota
masyarakat untuk naik turun dalam herarki sosial, dalam kenyataan mobilitas
sosial antargenerasi maupun intragenerasi yang terjadi bersifat terbatas.[9]
F. Pendekatan dalam Stratifikasi sosial
Ada tiga pendekatan dalam mempelajari stratifikasi
sosial:[10]
1. Metode obyektif
Yaitu suatu penilaian obyektif
terhadap orang lain dengan melihat dari sisi pendapatannya, lama atau tingginya
pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. Metode subyektif
Dalam metode ini strata sosial
dapat dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat yang menilai dirinya
dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat.
3. Metode reputasi
Dalam metode ini golongan sosial
dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam
stratifikasi masyarakat itu.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan dalam memplajari
stratifikasi sosial, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara
fisiknya, metode subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat
sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam
bermasyarakat.
G. Teori-teori
Stratifikasi Sosial
Ada beberapa teori yang harus kita pahami dalam
memplajari stratifikasi sosial:[11]
1. Teori Evolusioner-Fungsionalis
Dikemukakan oleh ilmuwan sosial yaitu Talcott parsons. Dia menganggap bahwa
evolusi sosial secara umum terjadi karena sifat kecenderungan masyarakat untuk
berkembang, yang disebutnya sebagai ”kapitalis adaptif”.
2. Teori Surplus Lenski
Sosiolog Gerhard Lenski mengemukakan bahwa makhluk yang mementingkan diri
sendiri dan selalu berusaha untuk mensejahterakan dirinya.
3. Teori Kelangkaan
Teori kelangkaan beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan semakin
intensnya stratifikasi disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk.
4. Teori Marxian
Menekankan pemilikan kekayaan pribadi sebagi penentu struktur strtifikasi.
5. Teori Weberian
Menekankan pentingnya dimensi stratifikasi tidak berlandaskan dalam
hubungan pemilikan modal.
Dengan demikian, ada 5 teori yang
harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada kecenderungan perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang
mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan jumlah
penduduk, teori Marxian mengarah
kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang
menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.
0 comments:
Post a Comment