KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan
syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, kesempatan,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah – yang ada di
hadapan pembaca - dengan baik. Salam dan shalawat semoga selalu tercurahkan untuk
Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah misionaris ulung pertama yang berhasil
mengubah peradaban manusia – dari orde
kejahiliyahan sampai kepada orde kecanggihan teknologi - dengan ilmu pengetahuan yang di ajarkan
kepada kita melalui Al - Qur’an dan As - Sunnah yang ditinggalkannya.
Makalah yang ada
dihadapan para pembaca ini dibuat dengan harapan semoga dapat menambah wawasan
pengetahuan yang signifikan terhadap perkembangan khazanah keilmuan dan bisa
menjadi titik awal bagi kita untuk senantiasa selalu merefleksikan nilai –
nilai yang terkandung dalam makalah ini dengan meningkatkan kuantitas dan
kualitas ibadah dalam realita kehidupan kita sebagai insan.
Akhirnya, ” tiada gading yang tak retak dan tiada
manusia yang tak bersalah ”.
Penulis
menyadari bahwa “ keterbatasan “ akan membuka gerbang kekhilafan/kesalahan
dalam penulisan ini. Oleh karena itu, harapan penulis kepada para pembaca untuk
dapat memberikan kontribusi positif - dengan kritik, saran, dsb - demi
tercapainya makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Wassalam
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai hamba Allah adalah
satu - satunya makhluk yang paling istimewa diantara semua makhluk-Nya yang
lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk
yang penuh dengan misteri dan rahasia-rahsia yang menarik untuk dikaji. Misteri
itu justru sengaja dibuat oleh Allah SWT. agar manusia memiliki rasa antusias
yang tinggi untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan
Allah sehingga kemudian bisa mengenali
siapa pencipta-Nya.
Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, ada seorang filosof yang sangat mendewakan akal dalam menghadapi
setiap kehidupan yang ada di hadapannya, dia mendewakan akal secara berlebihan
– bahkan tidak ada satupun filosof lain yang berani berpikir seperti dia-. Jika
dia dikatakan seorang muslim maka dia bukanlah seorang muslim yang sempurna
disebabkan ketidakpercayaannya kepada wahyu dan kenabian. Akan tetapi ia
dikenal sebagai seorang rasional murni dan sangat mempercayai akal, bebas dari
prasangka serta terlalu berani dalam mengeluarkan gagasan filosofinya. Dia
dikenal dengan nama “Al - Razi”.
Makalah ini secara sistematis akan
membahas tentang al - Razi yang sangat mendewakan akal dan tidak percaya kepada
wahyu serta kenabian. Agar pembahasannya lebih terfokus maka kami akan
membatasi rumusan permasalahannya, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Siapakah sebenarnya al - Razi itu ?
2. Apa saja pokok – pokok pikiran al - Razi tentang
filsafatnya ?
3. Bagaimana pemikiran al - Razi tentang kenabian dan
wahyu?
Mudah-mudahan ini bisa mengantarkan
kita kepada pemahaman yang lebih mendalam dalam pembahasan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Lahir Al – Razi dan Karyanya
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar
Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya Al-Razi. Ia lahir di kota Rayy, yaitu sebuah kota yang berdekatan
dengan Teheran (Iran sekarang), pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/ 856 M. Pada masa
mudanya ia menjadi tukang intan, penukar uang dan sebagai pemain kecapi. Ia
meniggalkan musik untuk belajar kimia, kemudian ketika berumur 30 tahun ia meninggalkan kimia karena matanya terserang
penyakit akibat eksperimen yang di lakukannya. Itulah yang menyebabkan ia
mencari dokter dan obat-obatan bahkan ia mempelajari ilmu kedokteran untuk
penyembuhan matanya itu. Ia belajar ilmu kedokteran kepada ‘Ali ibn Rabban al-Thabari,
beliau adalah seorang dokter sekaligus filosof.[1]
Al - Razi pernah menjabat sebagai direktur
rumah sakit di kota kelahirannya (Rayy). Kemudian juga direktur rumah sakit di Baghdad.
Ia terkenal di barat dengan nama Rhazes
dan buku-bukunya tentang kedokteran. Karangannya yang terkenal di bidang
kedokteran adalah “tentang cacar dan
campak” yang di terjemahakan dalam berbagai bahasa di Eropa. Al Hawi (Comprehensive Book) merupakan ensiklopedia tentang ilmu kedokteran,
tersusun lebih dari 20 jilid dan mengandung ilmu kedokteran Yunani, Syria dan
Arab. Di tahun 1279 M ensiklopedia ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh
seorang Yahudi di Sisilia bernama Faraj ibnu Salim, hingga akhirnya buku ini
dicetak berulang kali serta menjadi buku rujukan di Eropa sampai pada abad ke-
17 M.[2]
Sepulangnya dari
Baghdad, ia kembali ke Rayy dan di sana ia mempunyai banyak murid. Sebagai mana
yang di tuturkan al-Nadim dalam fihrist,
bahwa al - Razi kemudian menjadi syaikh yang di kelilingi oleh banyak murid.[3]
Selain sebagai ahli dalam ilmu
kedokteran, al-Razi juga memiliki cara berfikir dan pendapat yang berlainan
dengan filosof - filosof Islam lainnya, dan perbedaaan yang paling ekstrim yang
dimiliki al – Razi dibandingkan dari mereka adalah ia tidak mengakui adanya
wahyu dan adanya nabi. Dengan tidak mengakui sumber-sumber pengetahuan lain
seperti wahyu dan adanya nabi maka tidak heran kalau karya - karyanya lebih
banyak mendapat kecaman dari pada dipelajari oleh filosof - filosof Islam yang
lain.[4]
Al - Razi adalah orang yang murah
hati, sayang kepada pasien-pasiennya, dermawan pada orang miskin, dan ia memberikan
pengobatan dengan sepenuhnya tanpa meminta bayaran sedikitpun. Ia sangat
mencintai ilmu, jika tidak bersama pasien atau muridnya, ia selalu menghabiskan
waktunya untuk menulis dan belajar, mungkin ini yang menyebabkan penglihatannya
berangsur-angsur melemah dan akhirnya ia menjadi buta. Ada yang mengatakan
bahwa sebab kebutaanya ialah karena banyak makan buncis (Baqilah). Penyakitnya
bermula pada rabun dan akhirnya menjadi buta sama sekali. Ia pun menolak untuk
di obati, dan mengatakan bahwa pengobatan itu akan sia-sia belaka, karena
sebentar lagi ia akan meninggal dunia. Beberapa hari kemudian ia meninggal
dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H / 27 Oktober 925 M.[5]
·
Karya – Karya al - Razi
adalah sebagai berikut :
Al – Razi memiliki bayak karya. Menurut ibn Al Nadim
dalam fihrits, beliau mengungkapkan
bahwa al –Razi mempunyai karya sebanyak 148 buah karya. Al – Beiruni
mengelompokkan karya – karyanya itu kedalam sebuah katalog, sebagai berikut:
a. Tentang
ilmu kedokteran (buku ke 1-56)
b. Ilmu
Fisika (57-89)
c. Logika
(90-96)
d. Matematika
dan Astronomi ( 97-106)
e. Komentar,
ringkasan dan ikhtisar ( 107-113)
f. Filsafat
dan ilmu pengetahuan hipotesis (114-130)
g. Metafisika
( 131-136).[6]
B. Pokok – Pokok
Pikiran al - Razi
1) Lima
Yang Kekal (Qadim)
Ajaran filsafat al - Razi dikenal
dengan istilah “ajaran lima yang kekal”. Harun Nasution dalam bukunya “Filsafat dan Mistisisme dalam Islam”
menjelaskan tentang lima ajaran yang kekal tersebut, antara lain :
a) Allah
Allah adalah Tuhan pencipta yang Maha
Tinggi dan Maha Sempurna. Allah-lah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam.
Allah menciptakan alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada,
karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab
penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.[7]
Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung
keberadaan tuhan.
-
Paham yang mengatakan alam semesta ini ada
dari yang tidak ada, ia
terjadi
dengan sendirinya.
-
Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan
inti.
-
Alam semesta ini ada yang menciptakannya
Tuhan, karena kebijakan Tuhan itu
maha sempurna. Keidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepada-Nya. Kehidupan
berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian
sempurna dan murni. Tuhan menciptakan sesuatu dan tiada yang bisa menandingi-Nya, dan tak
sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya.[8]
b) Roh (an-Nafsul Kuliyyah )
Roh atau jiwa adalah merupakan
sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak se Maha dengan Tuhan, karena ia
terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannya itu membutuhkan Tuhan. Hal itu
terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi pertama yang juga kekal. Untuk
memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan membentuk alam ini (termasuk manusia)
melalui materi pertama dengan susunan yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari
kesenangan di dalamnya. sekaligus melengkapinya dengan akal agar ia tidak
memperturutkan hawa nafsu.
c) Materi (
al-Hayulal Ula)
Materi merupakan apa yang bisa
ditangkap dengan panca indra tentang benda. Ia adalah substansi yang kekal dan terdiri
dari atom-atom. Menurut al – Razi, kemutlakan materi yang pertama terdiri atas
atom-atom. Setiap atom mempunyai volume. Kalau tidak, maka dengan pengumpulan
atom-atom itu tidak akan dapat di
bentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah - pisah dalam bentuk
atom-atom. Dengan demikian, materi berasal dari kekekalan karena tidak mungkin
menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi
unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa
yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi
menjadi unsur api.[9]
Al - Razi memberikan dua bukti
untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian penciptaan itu
mesti ada penciptanya. Apa yang telah di ciptakan itu ialah materi yang
terbentuk. Tetapi, mengapa kita membuktikan bahwa pencipta ada terlebih dahulu
dari apa yang di cipta?, dan bukannya yang di ciptakan itu yang lebih dahulu
ada?, bila benar bahwa wujud tercipta di
sesuatu dari kekuatan unsur penciptaan, maka kita dapat mengatakan, apabila unsur
ini kekal dan tak dapat di ubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak
kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindak tersebut. Bukti kedua, berlandaskan ketidakmungkinan
penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan, katakanlah yang membuat suatu dari
ketiadaan, lebih mudah dari pada menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh tuhan
sekejap lebih mudah dari pada menyusun mereka dalam empat puluh tahun, Ini
adalah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan
apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya dari pada yang lebih dekat, kecuali apabila
dia tidak mampu melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah
premis kedua.
Kesimpulan dari premis-premis ini
adalah bahwa keberadaan segala sesuatu pasti disebabkan oleh pencipta dunia
lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yan kita lihat terbukti
sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini di hasilkan oleh susunan (unsur) dan
bukan oleh penciptaan. Bila demikian maka, ia tidak mampu menciptakan dari
ketiadaan, dan dunia ini wujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah
materi – memang sudah ada dari dulunya -.[10]
d) Ruang (al-Makanul Mutlaq)
Menurut al - Razi, ruang adalah tempat
keberadaan materi. Kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang
kekal pula. Menurutnya ruang itu ada dua macam, yaitu: ruang universal atau
mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas dan tidak
bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya. Kehampaan ada dalam
ruang. Oleh karenanya, ia berada dalam materi. Sebagai bukti dari
ketidakterbatasan ruang, al - Rozi mengatakan “bahwa wujud yang memerlukan
ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa
adanya wujud tersebut. Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud - wujud yang
membutukan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud atau bukan wujud. Bila
wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang
atau tiada ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia
berarti ruang. Karenannya ruang itu tak terbatas ila orang berkata bahwa ruang
mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena
setiap wujud itu terbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka
ruang sebagaimanapun tak terbatas, yang tak terbatas itu adalah kekal,
karenanya ruang itu kekal. Sedangkan ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.[11]
e) Waktu (az
- Zamanul Mutlaq)
Zaman, karena materi berubah-ubah
keadaanya, dan perubahan menandakan zaman, maka zaman itu mesti kekal jika
materi kekal. Zaman (waktu) merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al - Razi menentang mereka
(Aristoteles dan pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah jumlah gerak
benda, karena jika demikian maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak
dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda. Al - Razi membagi waktu
menjadi dua macam , yaitu; waktu mutlak dan waktu terbatas (mashur). Waktu
mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar),
ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak
lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang. Bila anda berfikir
tentang gerak keberlangsungan,maka anda dapat membayangkan waktu mutlak dan ia
itu kekal. Jika anda membayangkan gerak pola bumi, berarti anda membayangkan
waktu terbatas.
Al - Razi membuat perbedaan antara
zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu di antaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt,
time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak terakhir, dan
yang kedua di sifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal
tersebut adalah perlu: kesdaran bahwa materi terbentuk oleh susunan. Ia
berkaitan dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat). Pergantian
bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang
sekarang, dan karena waktu maka ada kekunoan dan ada kebaruan, adanya
kelebihtuaan dan ada yang kelebihmudaan; karenannya waktu itu perlu. Dalam
kemaujudan terdapat kehidupan karena itu mesti ada ruh. Dan dalam hal ini;
mesti ada yang di mengerti dan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya
sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini harus ada pencipta yang bijaksana, Maha
Mengetahui, melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan memberikan akal
sebagai bekal mencari keselamatan.[12]
Menurut al - Razi, dari lima yang
kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak yaitu Tuhan dan Jiwa atau
Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi, dan dua lagi yang tidak
hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang dan waktu. Filsafat al -
Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya tentang lima ajaran tentang kekekalan
tersebut dan kelima hal inilah yang merupakan landasan ajaran Filsafat yang
dibawa oleh al - Razi.
C.
Akal
Kenabian dan Wahyu
Al - Razi menyanggah anggapan bahwa
untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta wahyu yang
diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam menselaraskan keterbatasan
akal. Akal menurut al - Razi adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia,
dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya bahkan
dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena itu manusia tidak boleh
menyia - nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal, akan tetapi memberi
kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Dari pandangan tersebutlah yang
menjadikan al - Razi tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi seperti yang
dijelaskan dalam kitabnya “ Naqd al-Adyan
au fi al-Nubuwwah” (Kritik terhadap agama-agama dan nabi). Al - Razi juga
tidak hanya mengkritisi Injil dan kitab suci lainnya, bahkan ia juga
mengkritisi al-Qur’an berikut kemu’jizatannya.
Al-Razi adalah termasuk seorang rasionalis
murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas
segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu
dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui
yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup
manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan al - Razi.
Bantahan al - Razi terhadap
kenabian dengan alasan sebagai berikut:
1. Bahwa
akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang
buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan
yang tak berguna. Melalui akal manusia dapt mengetahui tuhan dan mengatur
kehidupan kita sebaik-baiknya.
2. Tidak
ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua
orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan
yang sama, perbedaanya bukan hanyalah karena pembawaan alamiah, tetapi karena
pengembangan dan pendidikan (eksperimen)
3. Para
nabi saling bertentangan. Apabila berbicara atas nama satu tuhan
mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan?.
Setelah menolak kenabian, kemudian Al - Razi mengritik agama secara umum. Ia
menjelaskan kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi, kristen maupun majusi.
Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan, kekuasaan
ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara dan
peribadatan yang mempengaruhi yang sederhana serta dan naif.[13]
Al-Razi lebih suka terhadap
buku-buku ilmiah daripada kitab suci, sebab buku-buku ilmiah lebih berguna bagi
kehidupan manusia daripada kitab suci. Buku-buku kedokteran, astronomi,
geometrid dan logika lebih berguna dari pada injil dan al-Qur’an.
Penulis-penulis buku ilmiah ini telah menemukan kenyataan dan kebenaran melalui
kecerdasan mereka sendiri tanpa bantuan nabi. Ilmu pengetahuan menurut al –
Razi, berasal dari tiga sumber yaitu;
1. Pemikiran yang di dasarkan pada logika,
2. Tradisi dari para pendahulu
kepada para pengganti yang didasarkan pada
bukti yang meyakinkan dan akurat seperti dalam sejarah,
3. Naluri yang menuntun manusia
tanpa memerdulikan banyak pemikiran.
A. Mustofa dalam bukunya “filsafat Islam” menjelaskan bahwa sehubungan
dengan adanya penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya
semua agama, maka dia dipandang dari segi teologi Islam adalah belum Muslim
karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen. Dan tidak juga dikatakan
seoran atheis karena ia masih tetap menyakini akan adanya Tuhan yang maha kuasa
dan pencipta dan ia lebih tepat disebut seorang “ Rasionalis murni”.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al - Razi adalah seorang filosof yang di pandang
sebagai pemikir yang tegar dan liberal – terlalu bebas berpikir - di dalam
islam, dan mungkin disepanjang sejarah pemikiran manusia. Ia adalah seorang
rasionalis murni yang sangat mempercayai dengan kekuatan akal, bebas dari
segala prasangka, dan sangat berani dalam mengemukakan gagasannya tanpa tedeng aling-aling.[15]
Pokok – pokok pemikiran Al - Razi
antara lain adalah tentang metafisika, moral, dan kenabian. Namun yang paling
dikenal dari pemikiran Al - Razi adalah pokok pemikirannya tentang filsafat
metafisika dan dikenal dengan pemikiran lima yang kekal, yaitu :
1. Allah ( al-Bari
ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna.
2. Roh (an-Nafsul
kuliyyah )
3. Materi ( al-Hayulal
Ula)
4. Ruang (al-Makanul
Mutlaq)
5. Waktu (az-Zamanul
Mutlaq)
Al-Razi memang mengakui akan adanya
Tuhan namun tidak mengakui adanya wahyu serta nabi yang diutusnya, dan
sebaliknya dia mempercayai kemajuan dan pemikiran manusia dan menjadikan akal
sebagai tolak ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar atau jahat, dan
berguna atau tidak berguna.
B.
Kritik
dan Saran
Demikianlah pembahasan makalah tentang al – Razi
ini. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
tampilan makalah kami di lain kesempatan. Akhirnya kami ucapkan terima kasih
kepada pembimbing dan kepada seluruh peserta diskusi.
DAFTAR REFERENSI
Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat pengetahuan Islam, Jakarta :
UI Press, Cet ke 1, 1985
Asy-Syarafa, Ismail, Ensklopedi Filsafat, Jakarta : Khalifa,
2004
Mustofa,.H.Ahmad.
Filsafat Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 1997
Nasution,
Harun. Falsafah dan Mistisme dalam Islam.
Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Syarif,ed.
Para Filosof Islam. Bandung: Mizan,
1996
[1] M.M. Syarif,ed., Para Filosuf Muslim,History of Muslim
Philosophy: Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1996), h. 31
0 comments:
Post a Comment