BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara
mengenai akhlak tidak terlepas dari manusia, karena manusia yang akan
menjalankan akhlak itu dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak itu sendiri
merupakan suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak
berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar dan pada
pemilihan pihak yang salah.
Objek dari pada
akhlak itu sendiri merupakan tingkah laku manusia dalam kehidupan. Ada tiga perbuatan
atau tingkah laku yang harus di ketahui oleh manusia yaitu; Perbuatan yang
dikehendaki, perbuatan yang dilakukan tidak di kehendaki, dan perbuatan yang
samar-samar atau mutasyabihat. Kalau manusia sudah mengetahui tentang hal
tersebut, maka dalam menjalankan kehidupan akan terasa mudah dan berkepribadian
yang luhur serta tentram dalam hubungan
sosial di tengah-tengah bermasyarakatnya.
Untuk mengetahui
lebih lanjutnya tentang objek dari pada ahklak itu, maka dalam makalah ini penulis
mencoba menguraikan objek pembahasan akhlak supaya lebih bertambah wawasan dan
pengetahuan yang telah kita miliki.
BAB
II
PEMBAHASAN
OBJEK PEMBAHASAN AKHLAK
- Pengertian Akhlak
Secara linguistic, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu akhlaqa,
yukhliqu, dan ikhlaqan serta sesuai pula dengan timbangan (wazan) tsulasi majid
af’ala, yuf’ilu if’alan yang mempunyai makna al-sajiyah (Perangai), ath-thabi’ah
(kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-’adat (kebiasaan,kelaziman), al-maru’ah
(peradaban yang baik), dan al-din (agama).
Secara Istilah, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan perencanaan
pemikiran dan pertimbangan.[1]
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa, akhlak itu adalah suatu
perbuatan manusia baik itu budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, dan segala
sesuatu yang telah menjadi tabi’at dalam kehidupan tanpa memerlukan perencanaan
dan pertimbangan yang matang terlebih dahulu.
Berbicara masalah akhlak yang Islami, bahwa fokus akhlak Islami yang
sejati adalah kemuliaan dan keagungan diri. Artinya, kemuliaan diri banyak
sekali memenuhi halaman akhlak Islami dan kemuliaan diri banyak menekankan pada
manusia untuk menghidupkan akhlak insani dan mendorongnya agar berlaku etis.[2]
- Objek Pembahasan Akhlak
Perbuatan-perbuatan manusia ini dapat di bagi dalam tiga macam perbuatan,
dari tiga perbuatan ini ada yang termasuk perbuatan akhlak dan ada pula yang
tidak termasuk perbuatan akhlak.
- Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu berbuat dia berbuat dan disengaja.
Berarti perbuatan tersebut adalah perbuatan akhlak,
bisa perbuatan baik atau perbuatan buruk tergantung kepada sifat perbuatannya.
- Perbuatan yang dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak sadar di waktu dia berbuat, tapi perbuatan itu di luar kemampuannya dan dia tidak bisa mencegahnya. Perbuatan demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini ada dua macam:
a. Reflex action, al-a’maalul- mun’akiyah
Umpamanya, seseorang ke luar dari tempat gelap ke
tempat terang, matanya berkedip-kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini tidak ada
hukumnya, walaupun dia berhadap-hadapan dengan seseorang yang seakan-akan di
kedipi. Atau seseorang karena digigit nyamuk, dia menamparkan pada yang digigit
nyamuk tersebut.
b. Automatic action, al-a’maalul-’aliyah
Model ini seperti halnya dengup jantung, denyut urat
nadi dan sebagainya.
Dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa,
perbuatan reflex action dan automatic action adalah suatu perbuatan di luar
kemampuan seorang manusia sehingga tidak termasuk perbuatan akhlak.
- Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, yaitu
mungkin suatu perbuatan dapat di masukkan perbuatan akhlak tapi bisa juga
tidak. Pada lahirnya bukanlah perbuatan akhlak, tapi mungkin perbuatan tersebut
termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku hukum akhlak baginya, yaitu bahwa
perbuatan itu baik atau perbutan buruk. Perbuatan yang termasuk samar-samar
umpamanya; lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya. Maka
perbuatan di atas tidak termasuk perbuatan akhlak.[3]
Dalam menetapkan
suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak dan disengaja hingga dapat dinilai
baik atau buruk ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu:
- Situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja.
- Pelaku tahu apa yang di lakukan, yakni mengenai nilai-nilai baik sampai kepada yang buruk.
Pada prinsipnya yang menjadi lapangan pembahasan ahklak adalah tingkah
laku atau perbuatan manusia di tinjau dari segi baik dan buruknya. Oleh para
pemikir Islam, lapangan pembahasannya meliputi yang berkaitan dengan:
- Menyelidiki sejarah etika dan berbagai teori (aliran) lama dan baru tentang tingkah laku manusia.
- Membahas tentang cara-cara menghukumkan sampai menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan.
- Menyelidiki factor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi faktor manusia itu sendiri, fitrahnya (naluri), adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak dan cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorongnya berbuat, dan masalah pendidikan akhlak.
- Menerangkan mana akhlak yang baik (akhlak al-mahmudah) dan mana pula akhlak yang buruk (akhlak al-mazmumah) menurut ajaran Islam yang bersumber pada al-qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
- Mengajarkan cara-cara yang ditempuh, juga meningkatkan budi pekerti kejenjang kemulian. Misalnya, dengan cara melatih diri untuk mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi.
- Menegaskan arti dan tujuan yang sebenarnya, sehingga dapatlah manusia teransang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhi segala kelakuan yang buruk dan tercela.[4]
Dari beberapa literatur di atas, dapat kita ambil suatu intisarinya bahwa
lapangan pembahasan akhlak itu adalah menyelidiki segala hal-hal yang
berhubungan dengan perbuatan manusia, yang dengan perbuatan tersebut dapat ditetapkan
hukumnya apakah perbuatan itu bersifat baik atau bersifat buruk.
Namun demikian, bukanlah semua perbuatan manusia itu dapat dikatakan
akhlak, karena perbuatan manusia tersebut ada yang timbul tiada dengan akhlak,
seperti bernafas, detik jantung, dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu
berpindah dari gelap kecahaya atau sebaliknya, maka ini bukanlah persoalan
akhlak dan tidak dapat pula dikatakan perbuatan baik atau buruk, dan bagi orang
yang menjalankannya tidak dapat kita sebut orang yang bersifat baik atau orang
yang bersifat buruk dan tidak dapat kita tuntut.[5]
Dalam buku Dr. M. Solihin, M.Ag di katakan bahwa, objek akhlak atau ruang
lingkup pembahasan akhlak adalah tentang perbuatan-perbuatan manusia serta
kategorisasinya apakah suatu perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dan
labih luas lagi dikatakan bahwa objek pembahasan akhlak itu berkaitan dengan
norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Untuk menilai sesuatu yang baik dan buruk, maka kita menggunakan ukuran yang
bersifat normatif. Untuk menilai sesuatu benar atau salah, maka kita
menggunakan kalkulasi yang dilakukan akal pikiran.[6]
Dalam bukunya Sidi Gazalba di katakana bahwa, Semua tindakan dalam
kehidupan adalah objek dari akhlak, baik itu dalam hubungan dengan Allah SWT,
dengan diri sendiri, dengan manusia lain, ataupun dalam hubungan dengan Alam.
Tindakan dalam agama mengandung nilai akhlak dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari mengandung nilai akhlak, apakah tindakan itu mengenai bidang sosial,
ekonomi, politik, teknik, ataupun seni. Tapi tindakan yang mengandung nilai
akhlak itu adalah semua tindakan yang dasar atau yang disengaja.[7]
Maka penulis memahami bahwa, objek
pembahasan akhlak itu adalah semua bentuk tingkah laku dan perangai dalam
kehidupan manusia yang sudah dilakukan terus menerus dan telah terbiasa di
praktekan di lapangan tanpa pertimbangan
dan pemikiran yang matang terlebih dahulu.
Setiap manusia mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda dan tidak sama
tingkat keimanan serta kualitas pola berfikirnya, maka setiap tingkah laku
manusia itu menjadi objek kajian pembahasan akhlak baik itu yang bersifat
perbuatan baik dan yang bersifat perbuatan buruk, tapi perbuatan manusia yang
mengandung akhlak itu adalah perbuatan yang di sengaja atau perbuatan yang
telah terbiasa dilakukan.
Sasaran dari pada akhlak itu sendiri adalah keadaan batin seseorang. Maka
untuk menilai kualitas akhlak seseorang bisa dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
Pertama:
Konsistensi antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, satunya kata dengan
perbuatan.
Kedua :
Konsistensi orientasi, yakni antara pandangannya dalam satu hal dengan
pandangannya dalam bidang lain.
Ketiga : Konsistensi pola hidup, yakni biasanya
orang yang berakhlak baik pada umumnya pola hidupnya tidak mudah berubah.[8]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang dilakukan terus menerus atau
telah terbiasa di lakukan tanpa perencanaan dan pertimbangan yang matang, baik
itu tingkah laku, budi pekerti, tabi’at, perangai, adat kebiasaan yang
dilakukan dalam kehidupan tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain.
Objek pembahasan akhlak itu adalah menyelidiki segala hal-hal yang
berhubungan dengan perbuatan manusia, yang dengan perbuatan tersebut dapat
ditentukan apakah perbuatan seseorang itu tergolong perbuatan baik atau
perbuatan buruk.
Namun lebih spesifik lagi dikatakan bahwa, objek pembahasan akhlak
meliputi seluruh tingkah laku manusia yang dikerjakan dalam kehidupan tanpa ada
paksaan dan dorongan, serta telah menjadi aktifitas yang mendarah daging dalam
diri manusia.
- Saran
Pembahasan makalah tentang Objek akhlak ini, masih terdapat kekurangan
dalam pembahasanya dan kekhilafan dalam sistem penulisan. Maka kami dari
penulis menerima saran dan kritikan yang kronsruktif dari para pembaca yang
budiman, supaya dalam pembahasan dan diskusi makalah ini bisa mendapatkan ilmu
yang bermamfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar M. Rosyid dan M. Solihin, Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Nuansa,
2005)
Gazalba Sidi,
Azas kebudayaan Islam Pembahasan Ilmu dan Filsafat Tentang Ijtihad. Fiqih.
Akhlak. Bidang-Bidang Kebudayaan. Masyarakat Negara, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978)
Mubarok Achmad, Akhlak
Mulia Sebagai Konsep Pembangunan Karakter, (Jakarta, Kebayoran Baru:
GMPAM-YPC-WAP, 2009)
Muthahhari Murtahda, Kritik atas Konsep Moralitas
Barat Falsafah Akhlak, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995)
Nata Abuddin, Akhlak
Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Sinaga Hasanuddin dan Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004)
Zain Gusnar dan Bakri Dusar, Akhlak Dalam Berbagai Dimensi,(Padang:
IAIN Press, 2009)
[3] Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9-10
[4] Bakri Dusar dan Gusnar Zain, Akhlak Dalam Berbagai Dimensi,(Padang:
IAIN Press, 2009), hal. 14- 15
[5] Bakri Dusar dan Gusnar Zain, Ibid, hal. 16
[6] M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan Makna
Hidup, (Bandung: Nuansa, 2005), hal. 60
[7] Sidi Gazalba, Azas kebudayaan Islam Pembahasan Ilmu dan Filsafat Tentang Ijtihad.
Fiqih. Akhlak. Bidang-Bidang Kebudayaan. Masyarakat Negara, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), hal. 107
[8] Achmad Mubarok, Akhlak Mulia Sebagai Konsep Pembangunan Karakter, (Jakarta,
Kebayoran Baru: GMPAM-YPC-WAP, 2009), hal. 95-96
0 comments:
Post a Comment