Pendahuluan
Kapitalisme, sebuah
konsep ekonomi yang terbilang kontroversial, namun sulit untuk digugat
keberadaannya. Sifat dinamis dan adaptifnya mempercepat proses akulturasi dan
transformasinya dengan sistem ekonomi di negara-negara lain, sekaligus menjadi
ciri kapitalisme itu sendiri.
Perkembangan pesat
Kapitalisme tidak bisa lepaskan dari perubahan perubahan yang terjadi selama
beberapa dekade, terutama di awal abad 20, dimana tekanan dari sistem ekonomi
sosialisme dan komunisme terhadap penekanan yang berlebihan atas peran individu
telah merubah bentuk gerakan Kapitalisme dari peran individu ke pasar dan
pentingnya intervensi pemerintah.
Peran penting
konsep-konsep yang diajukan Max Weber, yaitu mengenai peran dan pengaruh
keagamaan atas semangat Kapitalisme pada individu-individu maupun
komunitas-komunitas masyarakat tidak bisa dinafikan dalam hal ini.
Begitu pentingnya peran Weber dalam
transformasi kapitalisme, sehingga elaborasi lebih lanjut bagi konsep Weber menjadi
kemestian dan keharusan dalam makalah ini.
TESIS WEBER
A.
Islam Dan Etika Ekonomi
Buku Weber yang terkenal berjudul the protestant ethic and the spirit of
vapitalism yang diterbitkan pada tahun 1904, di sinilah dia mulai melangkah
atau mengawali karirnya sebagai sejarawan ekonomi dan ahli sosiologi.[1]
Weber, dalam usahanya untuk menyusun
suatu studi yang menyeluruh tentang hubungan agama dengan struktur dinamik
masyarakat, Weber mengadakan penelitian secara mendalam tentang agama-agama besar
di dunia, tetapi ia sama sekali tidak sempat membuat studi yang mendalam
tentang Islam.[2]
Tak sepenuhnya Weber sanggup
melepaskan diri dari etnosentrisme eropanya. Khususnnya terhadap islam dan
agama-agama di Asia yang lain tampak sangat terbatas kemungkinan untuk
memakaikan pendekatan verstehen
terhadap sesuatu yang asing. Tapi usahanya ini telah banyak membantu persoalan
dalam berbagai realitas social. Sedangkan dalam studi-studi tentang Indonesia,
jasa Weber dapat terlihat pada uraian-uraian sosiologis dan antropologis.
Teorinya ini telah berjasa dalam
membebaskan sejarah Indonesia dari dominasi filologi dan mengubah perspektif
dalam ilmu sejarah. Selanjutnya teori Weber juga dipakai dalam usaha untuk
mengerti hubungan antara perilaku dan perkembangan ekonomi dan kesadaran
rohaniah antara strukutur sosial ekonomi dan doktrin yang dipercayai.
Weber juga beranggapan
bahwa islam adalah agama dari para prajurit. Bagi Islam-awal
kelas prajurit ini secara jelas membentuk pula suatu komunitas agama. Jadi Islam
yang sesungguhnya adalah agama yang didukung oleh kelompok status tertentu[3]
Yang pertama sekali memakai teori Weber
di Indonesia dalam usahanya dalam menganalisa Islam di Indonesia ialah D.M.G. Koch,
ia adalah salah seorang sosialis Belanda. Ia mencoba memakai analisa Weber dalam
menguraikan munculnya serikat Islam di kalangan para pedagang di Surakarta.[4]
B. ETIKA PROTESTAN DAN SEMANGAT KAPITALISME
Weber
mengatakan bahwa semangat kapitalism berbeda dengan ajran katolik, seperti yang
diajukan oleh Santo Thomas Aquino. Yang melihat kerja
sebagai suatu keharusan demi kelanjutan hidup, maka calvinisme, terutama
“sekte” puritanisme. Melihat kerja sebagai beruf (panggilan), maka kerja
tidaklah sekedar pemenuhan keperluan, tetapi suatu tugas yang suci. Pensucian
kerja, (perlakuan terhadap kerja sebagai suatu usaha keagamaan yang akan
menjamin kepastian dalam diri dalam suatu keselamatan. Berarti mengingkari
sikap hidup keagamaan yang melarikan diri dari dunia. Sikap hidup yang
ascesticism, yaitu intensifikasi pengabdian agama yang di jalankan dalam
kegiatan kerja. Sedangkan kegairahan kerja adalah sebagai suatu kegembiraan dan
pernyataan dari manusia yang terpilih. Dalam kerangka pemikiran teologis
seperti ini, maka semangat kapitalisme yang berdasarkan kepada cinta ketekunan,
hemat, berperhitungan, rasional, dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya,
sukses hidup, yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap sebagai
pembaharuan bahwa ia, sipemeluk, adalah orang yang terpilih.
Kapitalisme
juga adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni
kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam
produksi barang lainnya[5]. Ebenstein menyebut kapitalisme sebagai sistem
sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian.[6]
Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan
individualisme. Sedangkan Hayek
memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.[7]
Terjalinnya etika protestan dengan
semangat kapitalisme dimungkinkan oleh proses rasionalisasi dunia. Penghapusan
usaha megis, yaitu berupa manipulasi kekuatan supernatural atau sebagai alat
untuk mendapatkan suatu keselamatan. Dari sudut moral politik tentu saja muncul
suatu observasi bahwa semangat kapitalisme pada tingkat lebih lanjut adalah
basis dari kolonialisme dan imperialisme.
C.
Beberapa Kritikan
Terhadap Tesis Weber Tentang Etika Protestan Dan Kapitalisme
Para teolog
Kristen mengajukan keberatan mereka terhadap interprestasi Weber mengenai
doktrin protestan. Dengan tegas mereka menyatakan bahwa ajaran-ajaran dari para
teolog yang disebut Weber sama sekali tidak bermaksud mengarahkannya kepada
keperluan ekonomi.[8]
Tela’ah Weber dalam Etika
Protestan dan Semangat Kapitalisme, meski memiliki kontribusi bagi transformasi
kapitalisme, namun sulit terealisasi, jika unsur asketis Calvinis yang
ditonjolkan Weber tidak ada dalam suatu tradisi ataupun agama. Agama Budha,
misalnya, membebaskan manusia dari “roda”, dari lingkaran abadi kematian dan
kelahiran kembali, melalui kontemplasi dan penghancuran kehendak individu.
Akibatnya ia merepresentasikan tipe asketisme yang secara diametral
bertentangan dengan Calvinis. Begitu pula dengan konsep “Zakat” dan “Sedekah”
dalam Islam, yang menjadi batas bagi kepemilikian individu, melalui distribusi
harta kepada fakir dan miskin sebagai bentuk keadilan sosial secara diametral
bertentangan dengan Calvinis.
Selain itu, Weber cendrung
memperhatikan perbedaan sosio-ekonomi pada tesisnya pada pihak yang berlawanan
pada hubungan antara kondisi sosial dan dogma. Kecenderungan ini dibawa sampai
kepada tingkat pemahaman dimana perbedaan antara Timur dan Barat, dibawah semua perbedaan iman, terutama
merupakan masalah kelas.
AFTAR PUSTAKA
Husein, machnun Sosiologi Agama, Prenada Media, 2004
Abdullah, Taufik. Tesis Weber Dan Islam Di Indonesia,
Rajawali Pres Jogjakarta,
Bagus, L., Kamus Filsafat, Gramedia,
Jakarta, 1996.
Hayek, F.A., The Prinsiples of A Liberal Social Order, dalam Anthony
de Crespigny and Jeremy Cronin, Ideologies of Politics, Oxford University
Press, London, 1978.
Ebenstein, W., Isme-Isme Dewasa Ini, (terjemahan),
Erlangga, Jakarta, 1990
0 comments:
Post a Comment