MAKALAH
ILMU TASAUF II
Tentang
Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin
as-sumatrani
Disusun
Oleh
:
Kelompok : XI
Muhammad
khairul amri : 510. 004
Silmi novita nurman
:
510. 010
Dosen
Pembimbing :
Al-fadli, M.Ag
JURUSAN
AQIDAH FILSAFAT (AF)
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1433 H / 2012 M
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis
dan teman sekelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen ilmu tasauf 2
yang telah membimbing, mendidik dan mengayomi penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik, dan kepada rekan-rekan sekalian yang telah berperan
serta untuk menuangkan ide-idenya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana tasauf yang
dikembangkan oleh Syekh Hamzah al-Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, penulis
berharap dengan makalah ini penulis bisa membantu rekan-rekan untuk memahami
tentang tasauf kedua tokoh yang penulis sebutka di atas.
Penulis menyadari tentang berbagai kekurangan dan kelemahan dalam
menyelesaikan tulisan ini. Penulis mengharapkan kritikan dan
saran dari para pembaca demi perbaikan di kemudian hari.
Namun penulis berharap agar rekan-rekan disini bisa memberi saran yang mendidik
dan saran yang akan membuat peningkatan bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………..ii
BAB I :
PENDAHULUAN………………………………………………………………..iii
BAB II : PEMBAHASAN
a. Pembahasan tentang taswuf Syekh Hamzah Fansuri
b. Pembahsan tentang Syamsuddin as-Sumatrani
BAB III : PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………………………………
2. Saran…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang yang cendikiawan,
ilmu tasawuf, budayawan dan susterawan. Beliau adalah soerang tokoh tasauf yang
termashur yang paling pertama kali membawa tasawuf falsafi ke indonesia, dan
beliau juga dikenal sebagai pengembara, didalam pengembaran itu beliau belajar
tentang tasauf dan ilmu-ilmu lainya dan juga mengajarkan ilmu yang telah di
perolehnya.
Beliau juga dengan mudah menguasai beberapa bahasa,
seperti bahasa persia, arab, melayu, oleh karena itu tidak heran kalau karangan
atau karya tulis beliau dibuat dalam beberapa bahasa. Riwayat hidup beliau
ttidak ditemukan secara pasti, namun diperkirakan beliau hidup antara
pertengahan abad ke 16 sampai ke abad 17.
1.
Syekh Hamzah Al – Fansuri
Syekh Hamzah Al-Fansuri adalah seorang tokoh cendikiawan,
ulama tasauf, sastrawan dan budayawan yang sangat terkemuka. Masalah riwayat hidup beliau secara pasti belum ada yang
menemukan, dalam banyak buku-buku sejarah tidak dicantumkan tanggal dan tahun
berapa beliau lahir, yang ada baru hanya perkiraan saja. Hidup beliau diperkirakan
antara pertengahan abad ke 16 sampai awal abad ke 17 masehi, beliau berasal
dari daerah Barus dan kemunculannya dikenal pada masa kekuasaan Sultan Alauddin
Ri’ayat Syah di Aceh. Dan beliau juga sering disebut-sebut sezaman dengan
Syamsuddin As-Sumatrani.
Hamzah al- Fansuri adalah seorang ahli tasuf yang
termashur, beliau seorang ahli tasauf asli dari melayu yang suka mengembara.
Dalam pengembaraanya telah menjelajahi Timur Tengah Siam, Malaya dan beberapa
pulau di Indonesia. Dalam pengembaraan itulah beliau mempelajari dan
mengajarkan paham-paham tasaufnya. Dengan sangat lancar beliau menguasai
beberapa bahasa seperti bahasa Arab, Persia dan Melayu. Karena itu tidak heran
dalam karya-karya tulisnya dibuat dalam
bahasa Arab, Persia dan Melayu.
Hamzah Fansuri juga
dikenal sebagai orang pertama yang memunculkan tasauf falsafi di Indonesia, yang murni dan bersih dari
penyimpangan, bahkan seakan sempurna dalam rujukannya terhadap sumber-sumber
Arab yang islami. Adapun tasawuf falsafi pada masa sebelum itu hanya terbatas
pada aktivitas individual yang belum terorganisasi, yang terambil dari
ajaran-ajaran kebathinan tasawuf Syi’ah Imamiah. Pada masa Fansuri dipandang
sebagai tahap kedua dalam sejarah tasawuf falsafi di Indonesia, yaitu tahap
perkembangan.[1]
Lebih konkritnya, Hamzah Al-Fansuri memulai pendidikannya
di kota tempat kelahirannya ( Barus ), saat ini menjadi pusat perdagangan. Saat
beliu kecil Aceh mengalami kemajuan dan kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda dan Iskandar Tasani yang sangat memperhatikan pembangunan, perluasan
dan pendidikan pada masa itu, sehingga dengan kemajuan pendidikan pada masa itu
Hamzah al-Fansuri dapat mempelajari ilmu-ilmu agama, fiqih, tasauf,
kesusteraan, tauhid, akhlak, sejarah dan logika. Setelah beliau menguasai
pendidikan keagamaan, beliaupun melanjutknan pendidikan ke Timur Tengah
khususnya ke India, Persia dan Arab.
Setelah beliau menyelesaikan pengembaraan menuntut ilmu,
beliau kembali ke tanah air Aceh, untuk menyebarkan dan menyiarkan ilmu-ilmu
agama yang dituntutnya melalui lembaga pendidikan ‘ Dayah’ ( pesantren ) yang
diasuh oleh kakak beliau Syekh Ali Fansuri.
Ajaran-Ajarannya
A.
Wujud
Menurut Hamzah Fansuri, yang dikatakan wujud itu hanyalah satu, walaupun
kelihatannya banyak, wujud yang satu itu berkulit dan berisi atau ada kenyataan
lahirnya dan ada kenyataan bathinnya. Semua benda-benda yang ada ini sebenarnya
merupakan pernyataan saja dari wujud yang haqiqi, dan wujud yang haqiqi itulah
yang disebut dengan “ Al-Haaq Ta’ala” dan itulah ALLAH
Wujud itu memeiliki tujuh martabat atau tingkatan, namun hakikatnya
hanyalah satu, martabat yang tujuh itu adalah
a.
Ahadiya: hakikat
sejati dari ALLAH.
b.
Alam arwah: hakikat
dari nyawa.
c.
Alam mitsal:
hakikat dari segala bentuk.
d.
Alam ajsam: hakikat
tubuh.
e.
Alam insan: hakikat
manusia dan semuanya berkumpul ( wahdah ) kedlam yang satu, itulah ahadiyah dan
itulah Allah.
Hamzah Fansuri menggambar wujud Allah bagaikan lautan
dalam yang tidak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelomabang lautan
wujud Allah. Pengaliran dari Dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang
menimbulkam uap, asap, awan yang kemudian menjaadi dunia gejala. Itulah yang disebut
dengan Ta’ayyun dari Dzat yang la Ta’ayyun. Itu pulalah yang disebut dengan
Tanazul. Kemudian gejala sesuatu kembali lagi kepada Tuhan ( taraqqi ), yang
dgaambarakan bagikan uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai kembali lagi ke
lautan.[2]
Syekh Hamzah Fansuri dikenal sebagai sufi pertama yang
memperkenalkan teori wujudiah, dimana beliau langsung mengaitkan dirinya dengan ajaran para sufi Arab dan
Persia sebelum abad ke 16 terutama
Bayyid Bisthami, Mansur Al-Hallaj, Ahmad Arabi, al-jilli, al-rummi, al-hallaj, merupakan tokoh idola Syekh Hamzah
Fansuri didalam cinta ( ‘israq ).
Ajaran wujudiah Fansuri yang dikembangkan bertolak
belakang dari etika dan keagamaan paham Qadariah, pendiri tarekat qadariah
Syekh Abdul al-jilani, dan dari metafisika para pendukung aliran wahdat al-wujud, Ibnu ‘Arabi dan Abd
Karim al-jilli.[3]
B.
Allah
Menurut Hamzah Fansuri Allah adalah Dzat yang mutlak dan
qadim, sebab pertama dan pencipta alam semesta. Dalam salah satu ungkapannya (
Asror al-Arifin ) “ ketika bumi dan
langit belum ada, syurga dan neraka belum ada, dan alam sekalian belum ada, apa
yang ada pertama ? yang pertama ialah Dzat, pada dirinya sendiri, tiada sifat
dan tiada nama, itulah yang pertama.
Dalam ungkapan di atas beliau mengatakan tiada sifat,
namun beliau meberi sifat juga kepada Allah dengan sifat qadim, hidup,
berkuasa, berkata, mendengar dan melihat, dan beliau berpendapat bahwa Dzat
Allah hanya bisa ditamsilkan dengan laut dalam, laut bathiniah dan laut yang
mulia, Allah itu ada di alam manusia, tetapi Allah itu tidak identik dengan
alam. Disini pemikiran Hamzah telah dipengaruhi oleh Ibnu ‘Arabi.
Adapun sifat-sifat yang lainnya merupakan menifestasi
dari ‘ DIVINE COM-MAND’. Iradah Allah bekerja sesuai dengan pengetahuannya
mengenai kemauan- kemauan sesuatu atau seseorang, mereka tidak akan ada jika
Allah tidak menghendakinya.
C.
Penciptaan / Alam
Hakikat dari Dzat Allah itu adalah mutlak dan tidak dapat
ditentukan atau dilukiskan. Dzat yang
mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses
penjelmaan, yaitu pengaliran yang keluar dari diri-Nya. Dan pengaliran kembali
kepada diri-Nya.
Untuk lebih
jelasnya. Bahwa penjelmaan atau pengaliran keluar dari dzat yang mutlak itu,
diungkapkan dalam beberapa pangkat dan martabat
a.
La ta’ayun : yaitu
dzat uang mutlak laksana lautan dan tenang, tu dianggap sebagai tahap pertama
yang disebut dengan ahadiya.
b.
Ta’ayun awwaln:
yang diumpamakan sebagai gerak ombak disebut dengan wahda. Ta’ayun awl inipun
dinakan dengan ahad dan wahid, dzat semata dinakan dengan ahad dan dzat beserta sifat dinamakan dengan wahid.
Karena ahadlah bernama wahid.
c.
Ta’ayun tsani: atau
yang disebut dengan wahidiya, yaitu roh idlofi, atau juga ta’ayun tsani ini
juga dinamakan dengan hkikat insani.
d.
Ta’ayun tsalis:
yang disebut dengan alam arwah, tahap ini dan seterusnya terjadi di luar dzat
mutlak, yaitu dalam dunia fenomena. Antara akli dan fenomena dibatasi oleh
kalam ilahi ( kun fayakun ), karena kalam ilahi inilah segala realitas akli
yang terpendam mengalir keluar menjadi dunia fenomena ( dunia nyata ).
e.
Ta’ayun rabi’ :
yang merupakan ta’ayun jasmani, kepada seluruh makhluk, tapi masih dalam alam
misal, alam cita, atau alam ide, atau merupakan batas antara alam arwah dan
alam ajsad.
f.
Ta’ayun khamis:
yang merupakan penjelmaan terakhir, maka timbullah alam insan dan dunia atau
disebut juga dengan insan kamil.
D.
Manusia
Menurut Hamzah Fansuri, walaupun manusia sebagai tingkat
penjelmaan terakhir, tapi manusia adalah yang paling paling penting dan
penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Manusia adlah aliran atau pancaran
langsung dari dzat mutlak, hal ini menunjukkan bahwa ada kesatuan antara
manusia.
E.
Kelepasan
Manusia adlah penjelmaan makhluk yang paling sempurna,
dan berpotensi menjadi insan kamil, namun karena lalainya maka pandangannya
kabur dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini hanyalah dunia palsu dan
dan hanyalah bayangan semata.[4]
[3] Drs. Duski Samad, M.Ag, sufi nusantara dan pemikirannya,
jakarta: the minangkabau foundation, 2000, hlm 15.
0 comments:
Post a Comment