KATA PENGANTAR
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan. Dalam makalah ini yang akan dibahas yaitu tentang
Perkembangan Emosi. Dalam pembahasan perkembangan emosi ini akan memberikan
manfaat bagi kami para mahasiswa dan para pembaca agar lebih memahami dan
mengetahui bagaimana perkembangan emosi pada anak-anak khususnya.
Dan Puji Syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
lindungan dan ijin Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini .
Dengan di buatnya makalah mengenai Proses
Perkembangan Kognitif , diharapkan
kita dapat mengetahui lebih dalam bagaimana proses yang terkait dalam
perkembangan emosi, sehingga kita sebagai oarangtua atau pendidik dapat
memberikan ajaran yang baik dalam pemberian materi dan motivasi belajar sebagai
upaya untuk mendukung proses perkembangan emosi.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan di dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mohon kiranya diberi masukan dalam rangka melakukan
perbaikan dan menjadi lebih baik di lain waktu. Semoga makalah ini memberikan
manfaat bagi orang banyak dan menambah wawasan bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2010
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………….................2
Daftar Isi…….…………………………………………………………………..……………3
Bab I Pendahuluan………………...………………………………………………………….4
Bab 2 Landasan Teori…………………………………………………………………………5-16
A. Perkembangan
Emosi……………………………………………………………………..5-13
B. Teori
Attachment……………………………………………………………………........14-16
Bab 3 Kesimpulan……………………………………………………………………………17-18
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..19
BAB 1 PENDAHULUAN
Perkembangn emosi merupakan suatu pembahasan yang sangat
menarik dan sangat penting untuk dibahas dan kemudian di praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari. Baik bagi para orangtua, pengasuh maupun guru, karena
terkait dengan perkembangan emosi akan sangat memberikan dampak yang baik bagi
anak dalam proses pendidikan dan pengajaran kepada anak.
Emosi terkait dengan bagaimana anak bersikap dalam
tingkah laku mereka yang dipengaruhi oleh pengalaman anak dalam menyesuaikan
kondisi mereka tantang keadaan mental dan fisik anak, seperti marah, takut,
gembira, bahagia dan sebagainya. Dengan pengertian tersebut maka sangat penting
bagi kita semua terkait sebagai seorang orangtua, guru atau pengasuh seorang
anak, mampu memahami perkembangan emosi anak sejak dini. Perkembangan emosi
tersebut terkait dengan apa pengertian dan hakikat dari emosi dan
perkembangannya, tahapan perkembangan emosi anak, serta ciri-ciri dan bagaimana
caranya agar kita sebagai pengasuh anak mampu mendidik anak dengan baik tanpa
mengganggu emosi dalam tingkah laku anak.
Banyak kita dapati berbagai persoalan terkait dengan
masalah emosi pada anak dan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kita semua
bahwa emosi akan memberikan pengaruh yang besar bagi tingkah laku, sikap /
afektif anak dalam kesehariannya. Emosi dalam pembahasan makalah kali ini,
terkait pula dengan bagaimana orang tua memberikan pola asuh dan sentuhan
“attachment” pada anak. Contoh kasus yang sering kita temukan terdapat anak
dengan pola asuh didikan orangtua yang otoriter, dan sentuhan yang jarang
sekali ia dapatkan, lalu dengan pola asuh dan didikan tersebut menjadikan anak
tersebut anak yang tidak peduli dengan sekitarnya, pemarah dan hal negatif
lainnya. Oleh karena dalam pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai
perkembangan emosi dalam Bab 2 Landasan Teori.
BAB
2 LANDASAN TEORI
A. Perkembangan Emosi
1. Pengertian Emosi
Menurut
English and English emosi adalah “A
complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular
activities”, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks
yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Menurut
Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman
afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang
luas. Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan-perasaan
tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu,
contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan
sebagainya (Yusuf Syamsu, 2006). Kadang seseorang masih dapat mengontrol
keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan
atau tanda-tanda fisiknya.
2. Ciri – Ciri Emosi
Emosi sebagai suatu
peristiwa psikologis mengandung ciri – ciri sebagai berikut :
a. Lebih bersifat subyektif daripada
peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan
peristiwa pengenalan panca indera
Mengenai
ciri-ciri emosi ini dapat dibedakan antara emosi anak dan emosi pada orang
dewasa sebagai berikut :
Emosi Anak
|
Emosi Orang Dewasa
|
1. Berlangsung singkat dan berakhir
tiba-tiba
|
1. Berlangsung lebih lama dan berakhir dengan lambat
|
2. Terlihat lebih hebat dan kuat
|
2. Tidak terlihat hebat / kuat
|
3. Bersifat sementara / dangkal
|
3. Lebih
|
4. Lebih sering terjadi
|
4. Jarang terjadi
|
5. Dapat diketahui dengan jelas dari
tingkah lakunya
|
5. Sulit diketahui karena lebih pandai
menyembunyikannya
|
3. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi
terhadap perilaku individu diantaranya :
a.
memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil
yang telah dicapai
b.
melemahkan semangat, apabila
timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah
timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c.
menghambat atau mengganggu
konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga
menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d.
terganggu penyesuaian
sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e.
suasana emosional yang
diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya
dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Perkembangan Emosi Balita
Di usia batita anak berkembang ke arah kemandirian. Ia ingin menunjukkan
bahwa dirinya mampu. Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk
membantu anak mencapai tugas perkembangan tersebut.
1. Demonstrasi kasih sayang
Anak
usia ini senang mengeksplorasi berbagai perasaan menyenangkan yang timbul dari
kontak fisik. Misal setiap kali orangtua membuka tangan, batita pasti akan berlari
menghampiri untuk masuk dalam pelukan orangtuanya.
2. Perhatian secara personal
Batita
selalu menuntut perhatian secara personal sebab di usia ini anak sedang berada
dalam fase egosentris. Ia ingin semua menjadi miliknya dan hanya untuk dirinya.
3. Mood
gampang berubah
Anak
batita sangat moody. Mudah baginya berganti suasana hati dalam waktu sekejap.
Di usia ini anak mulai sadar bahwa dirinya adalah individu yang terpisah dari
orangtuanya sehingga segala sesuatunya ingin dilakukan sendiri. Sementara di sisi
lain kemampuannya masih sangat terbatas.
4. Cari
perhatian
Ini
adalah salah satu ekspresi emosi yang khas dimiliki anak batita. Ia senang
sekali "pamer" kemampuan. Pahadal sesuai tahapan perkembangannya, ada
saja kemampuan baru yang dikuasainya hampir setiap hari.
5. Suka menyengaja
Batita
suka menyengaja. Ini dilakukan semata-mata untuk melihat repons sekelilingnya.
Bisa juga karena anak belum paham risiko dari perbuatannya, tapi mungkin juga
anak sekadar menikmati reaksi yang ditampilkan orangtua.
6. Melempar sesuatu saat marah
Di
usia ini anak belum bisa mengendalikan emosinya secara sempurna tapi kemampuan
motoriknya, terutama melempar benda, sudah bisa dilakukan.
7. Keras kepala
Seperti
sudah dijelaskan sebelumnya, di usia ini anak sedang berada pada fase egosentris.
Anak maunya menang sendiri dan keras kepala. Apa yang sudah jadi keinginannya
seakan tak terbantahkan. Ini adalah bagian dari perkembangan yang wajar.
8.
Narsisme
Anak batita "narsis" mengagumi diri sendiri. Anak usia ini selalu merasa dirinya yang paling baik, pintar, cantik/ganteng, disayang dan sebagainya sehingga ia merasa berhak atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Anak batita "narsis" mengagumi diri sendiri. Anak usia ini selalu merasa dirinya yang paling baik, pintar, cantik/ganteng, disayang dan sebagainya sehingga ia merasa berhak atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.
5. Perkembangan Emosi Anak
Enam
tahapan perkembangan yang harus dilalui anak:
1.
Regulasi
diri dan minat terhadap lingkungan
Kemampuan
anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak
masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari
rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang
membuatnya tidak nyaman.
2. Keakraban-keintiman
Kemampuan
anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan
penuh cinta.
3. Komunikasi dua arah
Kemampuan
anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi
(aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa
mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat
(berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya
berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif
memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif.
4. Komunikasi kompleks
Kemampuan
anak untuk menciptakan komunikasi kompleks, mengekspresikan keinginan dan emosi
secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya
dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua.
Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan
kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain
sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan
dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi
kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan
keurutan logis.
5. Ide emosional
Kemampuan
anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan
emosi.
6. Berpikir emosional
Kemampuan
anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara
logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam
bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep
ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki
pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap
belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu
:
1. perasaan marah; perasaan
ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya
atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika
merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak
diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut;
rasa takutini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan
suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan
takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi
dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan
gembira; perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang
akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak
juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang
diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor;
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di
bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negatif dan positif.
Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan
perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
6. Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja secara tradisional
dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Biehler (1972)
membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15
tahun dan usia 15-18 tahun.
• Ciri-ciri
emosional usia 12-15 tahun :
1.
Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2.
Berlaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa
percaya diri
3.
Kemarahan biasa terjadi
4.
Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin
selalu menang sendiri
5.
Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara
objektif
• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :
1.
“Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan
yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2.
Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3.
Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja :
Sejumlah
penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang
sebelumnya tidak dimengerti dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu
objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu
menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak
mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
Kegiatan
belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi, antara lain yaitu :
a. Belajar dengan
coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi
dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan
kepuasan.
b. Belajar dengan cara
meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi
orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama
dengan orang-orang yang diamatinya.
c. Belajar dengan
mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan
mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi
emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.
d. Belajar melalui
pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal
memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka
dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
e. Pelatihan atau
belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi
terhadap rangsangan yang biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan
dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.
7. Peranan Emosi dalam Proses Berpikir
1)
mengarahkan aksi dan tingkah laku
2)
memungkinkan mengontrol tingkah laku
3)
memberi arti terhadap pengalaman
4)
menyimpan,
mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
5)
menggagas pengalaman baru
6)
memecahkan masalah
7)
berpikir kreatif, selektif, logis, tidak
idiosinkretik (aneh)
8)
memahami
kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
9)
memahami konsep kuantitas, waktu, ruang,
sebab-akibat yang bersifat 'relatif
10) membentuk
konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
11) perasaan
dengan situasi yang dialaminya)
12) memisahkan
realitas dan fantasi
13) mengendalikan
tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual
8.Peran
Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi
John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire,
mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain
dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper
dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional kemampuan merasakan,
memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat disimpulkan Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola,
dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Guru
dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak
dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1.
Mengenali emosi diri anak, mengenali
perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar
kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu
merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2.
Mengelola emosi, menangani perasan anak
agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan
kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul
karena kegagalan.
3.
Memotivasi anak, penataan emosi sebagai
alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan
memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi
secara bebas.
4.
Memahami emosi anak.
6.
Membina hubungan dengan anak, Setelah
kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu
dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan
memelihara hubungan.
7.
Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak
hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara
untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan
penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa
yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.
B.
Attachment
Dalam pembahasan
perkembangan emosi, kali ini penulis juga menyajikan teori attachment karena
sangat terkait dengan perkembangan emosi itu sendiri. Telah kita ketahui bahwa
attachment atau kelekatan dan sentuhan drai pengasuh / pendidik anak sangat
memberikan dampak baik positif maupun negative dari attachment yang diberikan. Berikeut
pembahasannya.
1.
Pengertian
Attachment
Attachment
adalah ikatan emosional kepada orang lain. Psikolog John Bowlby adalah penemu
theory attachment pertama, yang menggambarkan teori tersebut sebagai
"keterhubungan psikologis abadi antara manusia" (Bowlby, 1969, hal
194). Bowlby percaya bahwa hubungan awal dibentuk oleh anak-anak dengan pengasuh
mereka memiliki dampak yang luar biasa yang berlanjut sepanjang hidup. Menurut
Bowlby, teori juga berfungsi untuk menjaga bayi dekat sang ibu, sehingga
meningkatkan kemungkinan anak untuk bertahan hidup.
Tema
sentral dari teori ini adalah bahwa ibu yang bersedia dan responsif terhadap
kebutuhan bayi mereka akan membangun rasa aman. Bayi tahu bahwa pengasuh dapat
diandalkan, yang membuat dasar yang aman bagi anak untuk kemudian menjelajahi
dunia.
2.
Karakteristik Teori Attachment :
Teori Attachment memiliki 4 karakteristik sebagai berikut
:
1.
Safe Haven: Ketika anak merasa terancam
atau takut, ia dapat kembali ke pengasuh untuk kenyamanan dan menenangkan.
2.
Secure Base: pengasuh ini menyediakan
dasar yang aman dan dapat diandalkan bagi anak untuk menjelajahi dunia.
3.
Kedekatan Pemeliharaan: Si anak berusaha
untuk tinggal di dekat pengasuh, sehingga menjaga anak yang aman.
4.
Pemisahan Distress: Ketika dipisahkan
dari pengasuh, anak akan menjadi marah dan tertekan.
3.
Karakteristik Attachment menurut
Ainsworth :
Dalam
penelitiannya tahun 1970-an, psikolog Mary Ainsworth memperluas teori
attachment atas dasar karya asli Bowlby's. Terobosan
nya "Situasi berbahaya" menunjukkan efek mendalam dari teori
attachment pada perilaku. Dalam studi tersebut,
peneliti mengamati anak-anak antara usia 12 dan 18 bulan ketika mereka merespon
situasi di mana mereka ditinggalkan sendirian sebentar dan kemudian bersatu
kembali dengan ibu mereka (Ainsworth, 1978).
Berdasarkan
tanggapan para peneliti yang mengamati, Ainsworth menggambarkan tiga gaya utama attachment:
secure attachment, ambivalent-insecure attachment, dan avoidant-insecure attachment. Sejumlah
penelitian sejak saat itu telah mendukung teori attachment Ainsworth dan telah menunjukkan bahwa teori
attachment juga berdampak pada perilaku di kemudian hari. Karaekteristik Teori
Attachment Ainsworth :
1. Karakteristik
secure attachment : penderitaan yang dirasakan
anak-anak menunjukkan kalau terpisah dari pengasuh dan merasa bahagia ketika
kembali bersama pengasuh mereka. Ingat, anak-anak merasa aman dan mampu
tergantung pada pengasuhan orang dewasa/pengasuhnya. Ketika seorang pengasuhnya pergi meninggalkannya, anak mungkin marah
tetapi dia merasa yakin bahwa orang tua atau pengasuh akan kembali. Ketika
takut, anak-anak akan mencari kenyamanan dari pengasuh. Anak-anak tahu orang tua atau pengasuh akan memberikan kenyamanan dan
jaminan, sehingga mereka merasa nyaman pada saat mereka membutuhkannya.
2. Karakteristik
ambivalent-insecure attachment
Ambivalently
anak terpasang biasanya menjadi sangat sedih ketika orangtua pergi. Teori
attachment dianggap relatif jarang terjadi, diperkirakan berpengaruh 7-15%
anak-anak di AS. Penelitian menunjukkan bahwa attachment
ambivalen adalah hasil dari ketersediaan para ibu miskin. Anak-anak ini
tidak dapat bergantung pada ibu mereka (atau pengasuh) berada di sana ketika anak sedang
membutuhkan.
3. Karakteristik
Avoidant Attachment
Anak-anak
dengan lampiran avoidant cenderung menghindari orang tua atau pengasuh. Ketika
menawarkan pilihan, anak-anak akan menunjukkan tidak ada preferensi antara
pengasuh dan orang asing. Penelitian telah menunjukkan bahwa teori attachment
ini mungkin akibat dari pengasuh yang kasar atau lalai. Anak-anak yang dihukum
karena mengandalkan pengasuh akan belajar untuk menghindari mencari bantuan di
masa depan.
Permasalahan anak dengan attachment
Apa yang terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan
perasaan secure attachment? Penelitian menunjukkan bahwa kegagalan untuk mendapatkan
perasaan secure pada awal kehidupan dapat berdampak negatif pada perilaku di
masa kecil kemudian dan sepanjang hidup. Anak-anak didiagnosis dengan gangguan
menentang-pemberontak (ODD), gangguan perilaku (CD), atau post-traumatic stress
disorder (PTSD) terdapat masalah pada attachmennya, mungkin karena suatu pelecehan,
atau trauma. Dokter menyarankan bahwa anak-anak yang diadopsi setelah usia enam
bulan memiliki risiko lebih tinggi masalah dengan attachment.
Sementara teori attachment ditampilkan di masa dewasa
tidak harus sama dengan yang terlihat pada bayi, penelitian menunjukkan bahwa attachment
dini dapat memiliki dampak serius pada hubungan nanti. Misalnya, mereka yang memiliki
attachment yang di masa kecil cenderung memiliki harga diri yang baik, hubungan
romantis yang kuat, dan kemampuan untuk mengungkapkan diri kepada orang lain.
BAB 3 KESIMPULAN
Dari pembahasan berupa landasan teori di atas, penulis
dapat manrik berbagai kesimpulan sebagai berikut :
4. Emosi merupakan setiap keadaan pada diri
seseorang yang berupa
sikap/tingkah laku terhadap penyesuaian dari atas situasi tertentu seperti
marah, senang, gembira atau sedih.
5. Emosi pada anak-anak dan orang dewasa
memiliki cirri khas yang berbeda. Hal itu dapat dikatakan karena perkembangan
emosi pada masa anak-anak belum dipengaruhi oleh banyak penyesuaiam terhadap factor
lingkungan luar namun masih banyak dipengaruhi oleh gen / factor keturunan juga
factor lainnya semasa ia masih dalam kandungan.
6. Di usia batita
anak berkembang ke arah kemandirian. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu.
Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk membantu anak mencapai tugas
perkembangan tersebut. Berikut tugas perkembangan usia Batita yang perlu
diperhatikan bagi para pengasuh/pendidik
: a) Demonstrasi kasih sayang, b) Perhatian secara personal, c) Mood
gampang berubah, d) Cari perhatian, e) Suka menyengaja, f) Melempar sesuatu
saat marah, g) Keras kepala, h) Narsisme.
7. ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu :1)
perasaan marah, 2) perasaan takut, 3) perasaan
gembira, 4) rasa humor.
8.
Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode
“badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kalenjar
9. Peran Keluarga dan Sekolah
Terhadap Perkembangan Emosi anak :
1.
Mengenali emosi diri anak,
2.
Mengelola emosi,
3.
Memotivasi anak
4.
Memahami emosi anak.
5.
Membina hubungan dengan anak,.
6.
Berkomunikasi “dengan jiwa “.
7. Attachment adalah ikatan emosional kepada orang lain. Ada 3 teori Answorth
mengenai Attachment pada anak yang dapat membantu perkembangan emosionalnya :
1. Secure attachment, ketika anak merasakan kelekatan dan
terdapat sentuhan yang nyaman bagi anak. Hal tersebut akan memberikan pengaruh
yang positif dalam perkembangan emosinya.
2. Ambivalent-insecure attachment,
ketika orangtua memberikan suatu kelekatan atau sentuhan yang tanpa disertai
rutinitas atau disesuaikan kebetuhan anak. Hal ini akan menjadikan anak
cenderung bingung dan tidak terlalu membutuhkan perhatian saat ia sebenarnya
membutuhkan.
3. Avoidant
Attachment, ketika anak-anak menghindari pengasuhnya, akibat tidak pernah
mendapatkan kelekatan atau sentuhan yang nyaman dan dibutuhkan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth
B.Hurlock, 1978, ”Child Development”,Sixth Edition,McGraw-Hill, Alih
Bahasa Meitasari Tjandrasa,1999.
William M.Cruickshank. 1980, ”Psychology of
Exceptional Children and Youth” Fourth
Edition,
Prentice-Hall,Inc.,Englewood
Cliffs.
Materi
PPD
0 comments:
Post a Comment